Flash Message

Kamis, 03 November 2011

Pengelolaan Sumber Daya Hutan Untuk Mengurangi Emisi CO2 Penyebab Efek Rumah Kaca

Pemanasan global ( global warming ) merupakan salah satu isu inernasional yang dewasa ini banyak mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Pemanasan global diartikan sebagai meningkatnya suhu bumi secara keseluruhan. Pemanasan global merupakan salah satu gejala dari pengelolaan sumber daya hutan yang tidak berkelanjutan. Kekwatiran dunia sangat  beralasan karena pengaruh global dapat berdampak kepada kehidupan dan kondisi bentang lahan dari semua negara baik negara penghasil ( emisi ) Gas Rumah  Kaca ( GRK ) maupun bukan. Peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca dikwatirkan akan meningkatkan suhu lapisan bawah atmosfer yaitu lapisan troposfer karena radiasi gelombang panjang yang dipancarkan permukaan bumi ( terrestrial radiation ) sebagian akan terperangkap pada lapisan troposfer, karena tidak dapat menembus ke lapisan atmosfer yang lebih tinggi ( Lakitan, 1994 ). Meningkatnya pemanasan global akibat GRK akan menimbulan masalah terhadap pola adaptasi makluk hidup pada suatu ekosistem dan terputusnya rantai makanan antar organisme yang berakibat pada menurunnya ketersediaan stok pangan dunia.  Negara penghasil GRK adalah negara-negara industri yang menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energinya. Indonesia juga merupakan salah satu Negara emitor GRK yang terutama berasal dari pembukaan hutan dan pengeringan gambut. Sehingga Indonesia menjadi salah satu bagian dari solusi terhadap pengurangan pemanasan global.

Efek rumah kaca ( Green House Effect ) adalah suatu istilah yang digunakan untuk meggambarkan betapa panasnya kondisi bumi dari akibat terperangkapnya gelombang panjang sinar matahari dilapisan trofosfer bumi ( Fahri, 2009 ). Green House Effect di adopsi dari kondisi rumah kaca yang biasa digunakan untuk budidaya pertanian. Pada siang hari, pada cuaca yang cerah meskipun tanpa adanya alat pemanas suhu ruangan di dalam rumah kaca akan  lebih tinggi bila dibandingkan dengan suhu diluar rumah kaca. Hal tersebut  terjadi karena sinar matahari yang menembus kaca dipantulkan kembali oleh tanaman di dalam rumah kaca yang berupa panas. Sinar yang dipantulkan ini tidak dapat menembus kembali keluar kaca sehingga suhu di dalam rumah kaca menjadi naik dan panas yang dihasilan akan terperangkap di dalam rumah kaca. Efek rumah kaca juga dapat diilustrasikan sebagai sebuah mobil yang diletakkan di bawah terik matahari dengan kodisi jendela mobil tertutup. Bagi masyarakat awam efek rumah kaca  diartikan sebagai adanya rumah-rumah yang banyak menggunakan  kaca.

Iklim global telah berubah pada tingkatan yang cukup besar. Perubahan tersebut terjadi karena adanya peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer. Salah satunya adalah gas CO2. Peningkatan konsentrasi gas CO2    di atmosfer terjadi akibat proses pembakaran bahan bakar fosil. Sekitar 20% dari total peningkatan GRK di atmosfer disebabkan oleh emisi CO2 akibat pembakaran.
Dalam Kyoto Protokol telah disepakati untuk memberikan solusi  terhadap meningkatnya  GRK. Walaupun hanya beberapa negara sebagai emitor gas CO2 terutama  negara industri, tetapi dampaknya akan terasa pada keseluruhan otmosfer bumi. Karena angin akan selalu bergerak secara aktif sehingga akan mendistribusikan GRK secara merata. penyebaran emisi gas-gas terutama CO2 tersebar secara sporadic di berbagai tempat, akan tetapi implementasi di lapangan ternyata cukup sulit dan tidak adil. Karena adanya perbedaan yang cukup significant antar negara dalam emisi GRK. Pada tingkat global pengaturan sumber daya alam  yang berkelanjutan, mempertimbangkan dua pemicu emisi GRK yaitu , penggunaan bahan bakar minyak  dan berhubungan dengan adanya alih guna lahan dan konversi hutan.

Salah satu solusi untuk mengurangi emisi GRK adalah  dengan cara pembangunan dan pengelolaan sumber daya  hutan yang berkelanjutan. Dalam konteks sumber daya, paradigma pengelolaan hutan harus bergeser dari sistem yang beorientasi pada ekonomi semata menuju sistem yang berorientasi ekosistem. Sehingga kelestarian fungsi ekologi hutan akan tetap terjaga  sampai generasi yang akan datang. Sudah lama hutan alam tropis menjadi perhatian masyarakat dunia sehubungan dengan penurunan kualitas maupun kuantitasnya. Kondisi yang demikian tidak saja memberikan dampak negatif terhadap masyarakat yang berada pada wilayah negara yang bersangkutan, tetapi juga pada masyarakat internasional berkenaan dengan pengaruhnya terhadap perubahan cuaca  ataupun iklim global, menurunnya keaneka-ragaman hayati ataupun pengaruhnya terhadap aspek lingkungan yang lain. Sampai saat ini laju kerusakan tersebut tidak mencapai titik setaknasi atau paling tidak melambat, melainkan justru semakin cepat. Ada kecenderungan bahwa keadaan yang demikian adalah karena kesalahan dalam pengaturan pengelolaan hutannya.
Tantangan ini cukup berat bagi pengelola hutan untuk mewujudkan suatu usaha pembangunan yang berkelanjutan serta pertimbangan-pertimbangan terhadap kelestarian lingkungan yang harus dapat merespon tekanan dari masyarakat, baik itu masyarakat lokal maupun internasional.

Semakin banyak bentangan hijau dapat diartikan sebagai semakin banyak juga luasan permukaan daun. Kaitannya dengan pengurangan emisi gas CO2 adalah daun melakukan proses fotosintesa untuk pembentukan dan perbanyakan biomassa di dalam pohon. Fotosintesa adalah proses perubahan molekul anorganik oleh tumbuhan menjadi molekul organic.
Akan tetapi tumbuhan hanya melakukan fotosintesa dengan bantuan cahaya matahari. Sebaliknya pada keadaan gelap tumbuhan mengeluarkan CO2  dan mengambil O2 untuk respirasi.Daun-daun akan menangkap energi matahari dalam klorofil. Energi ini lalu digunakan untuk membentuk molekul glukosa dari air dan karbon dioksida.oksigen dikeluarkan sebagai produk sisa, sedangkan glukosa digunakan untuk memperbanyak biomassa.
Salah satu produk dari fotosintesa adalah oksigen yang merupakan kebutuhan vital bagi  makluk hidup dalam proses respirasi. Akan tetapi sering kali kita tidak sadar akan pentingnya kawasan hijau. Perusakan hutan dan bentangan hijau sering dilakukan untuk alasan kepentingan ekonomi. Peniadaan atau pengurangan vegetasi secara drastis dapat mengubah iklim secara lokal dan global. Perubahan iklim lokal akan berkaitan dengan siklus hidrologi dan mengubah wilayah yang lembab menjadi kering. Dampak global dari pengurangan vegetasi adalah berkaitan dengan peran vegetasi dalam memanfaatkan CO2 dari atmosfer. Jika vegetasi berkurang, sedangkan emisi CO2 terus meningkat, maka jelas akan mengakibatkan peningkatan CO2 dalam atmosfer yang tidak terkendali ( Lakitan, 1994 ).

Negara-negara industri maju sebagai penghasil emisi GRK sering kali tidak pernah menghargai kontribusi oksigen yang tanpa bayar dari negara-negara yang mempunyai kawasan hutan yang cukup luas. Sebaliknya mereka malah melakukan komplain terhadap negara-negara yang mengalami kerusakan hutan dalam bentuk pengrusakan, ekploitasi lahan gambut ataupun kebakaran. Baru akhir-akhir ini ada perjanjian antar negara untuk melakukan perdagangan karbon ( Carbon Trading ). Negara-negara industri maju sebagai emitor GRK akan membeli karbon dari negara-negara produsen, termasuk Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Visitors

Designed by Animart Powered by Blogger