Flash Message

Kamis, 29 Desember 2011

Dua Jenis Gas Yang Memperburuk Efek Rumah Kaca

Selain karbon dioksida, ada dua gas lagi yang dikhawatirkan mempercepat pemanasan global lebih buruk lagi. Keduanya adalah metan dan nitrogen triflorida yang berasal dari tanaman purba dan teknologi layar flat-panel.

Menurut para pengamat lingkungan, kedua gas tersebut menimbulkan efek rumah kaca seperti karbon dioksida. Bahkan, kedua gas tersebut memberi efek hampir sama dari yang disebabkan karbondioksida. Penelitian terbaru menunjukkan dalam beberapa tahun terakhir efek kedua gas tersebut semakin meningkat di luar perkiraan. Para pengamat cuaca juga terkejut dengan peningkatan tersebut.

Selama ini gas metan masih menjadi kekhawatiran terbesar setelah karbon dioksida. Pasalnya, gas tersebut dianggap sebagai gas efek rumah kaca kedua setelah karbon dioksida berdasar besarnya efek pemanasan yang dihasilkan dan jumlahnya di atmosfer. Gas metan menyumbang sepertiga dari efek karbondioksida terhadap pemanasan global.

Metan berasal dari gas alamiah, pertambangan batubara, kotoran hewan dan tumbuhan yang telah membusuk. Hal yang paling dikhawatirkan para ilmuwan adalah tumbuhan yang membusuk. Beberapa ribu tahun yang lalu, miliaran ton metan terbentuk dari pembusukan tumbuh-tumbuhan Arktik di Kutub Utara. Tumbuhan itu membusuk dan membeku di dasar laut. Saat kutub utara mulai menghangat, metan yang tersimpan di dasar laut itu dapat mempercepat pemanasan di kawasan itu.

Para ilmuwan telah berupaya untuk mempelajari bagaimana proses tersebut akan bermula. Saat ini data yang terkumpul masih berupa data awal, belum ada kesimpulan. Tetapi para ilmuwan tersebut mengatakan apa yang mereka lihat di awal ini adalah permulaan pelepasan metan di kutub utara.

Berdasar pengamatan mereka, dalam delapan tahun terakhir kadar metan di atmosfer masih stabil yang diperkirakan setiap 40 menit oleh monitor pengawas dekat tebing di tepi laut. Tetapi pada 2006 hasilnya menunjukkan terjadinya peningkatan. Jumlah gas metan di udara melonjak dari sekitar 28 juta ton pada Juni 2006 hingga Oktober 2007. Saat ini jumlahnya sudah mencapai 5,6 miliar ton metan di udara.

"Jika hal ini terus terjadi, maka akan buruk efeknya," tutur ilmuwan atmosfer MIT Ron Prinn, kepala studi metan, seperti yang dipaparkannya dalam jurnal Riset Geofisik edisi 31 Oktober. "Saat kadar metan terus meningkat, tentunya akan mempercepat perubahan iklim," tuturnya.

Jenis-jenis Gas rumah kaca

Gas Rumah kaca atau Greenhouse Gases merupakan gas-gas yang terdapat di atmosfer yang menyebabkan Greenhouse effect atau efek rumah kaca. Efek rumah kaca berfungsi untuk menjaga temperatur permukaan bumi agar tetap hangat. Namun jika kosentrasi gas rumah kaca meningkat, efek rumah kaca yang dihasilkan akan menyebabkan pemanasan global (global Warming).

Jenis-jenis gas rumah kaca ini setidaknya ada 6 macam. Gas-gas rumah kaca ini kebanyakannya merupakan hasil dari aktivitas makhluk hidup terutama manusia. Kecuali gas Karbondioksida yang merupakan hasil dari proses respirasi makhluk hidup dan terbentuk secara alami di udara, jenis gas rumah kaca yang lain merupakan dampak dari hasil perkembangan Industri dan teknologi.
Jenis-jenis Gas rumah kaca
1. CO2 (karbondioksida) yang berasal dari respirasi makhluk hidup, pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi, batubara, dan gas alami)
2. CH4 (methana) berasal dari persawahan, pelapukan kayu, timbunan sampah, proses industri, dan eksplorasi bahan bakar fosil
3. N2O (nitrous oksida) yang berasal dari kegiatan pertanian/pemupukan, transportasi dan proses industri
4. HFCs (hidrofluorokarbon) berasal dari sistem pendingin, aerosol, foam, pelarut, dan pemadam kebakaran
5. PFCs (perfluorokarbon) berasal dari proses industri
6. SF6 (sulfur heksafluorida) berasal dari proses industri

Jenis gas rumah kaca diatas dapat diturunkan kosentrasinya jika dengan mengkonsumsi barang-barang yang ramah lingkungan dan yang tidak menghasilakan gas-gas rumah kaca diatas sebagai limbah buangannya

Hutan Mangrove Menjadi Kunci Menurunkan Pengaruh Gas Rumah Kaca

Hutan mangrove Pesisir menyimpan karbon lebih dari hampir semua hutan lainnya di Bumi, menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh tim dari Dinas Kehutanan AS dan ilmuwan universitas. Temuan mereka dipublikasikan online dalam jurnal Nature Geoscience.

Sebuah tim peneliti dari US Forest Service Pasifik Barat Daya dan stasiun penelitian Utara, Universitas Helsinki dan Pusat Penelitian Kehutanan Internasional meneliti kandungan karbon dari 25 hutan mangrove di wilayah Indo-Pasifik dan menemukan bahwa hutan mangrove per hektar menyimpan sampai empat kali lebih banyak karbon daripada kebanyakan hutan tropis lainnya di seluruh dunia.

“Mangrove telah lama dikenal sebagai ekosistem yang sangat produktif yang memiliki siklus karbon sangat cepat, tetapi sampai sekarang tidak ada perkiraan berapa karbon yang berada dalam sistem informasi penting Itu karena terjadi perubahan penggunaan lahan terjadi. Banyak yang stok karbon berdiri dapat dilepaskan ke atmosfir, “kata Daniel Donato, seorang ahli ekologi penelitian postdoctoral di Pacific Southwest Research Station di Hilo, Hawaii.

Kemampuan hutan bakau untuk menyimpan sejumlah besar seperti karbon dapat disebabkan, sebagian, dengan kedalaman tanah yang kaya organik di mana ia tumbuh subur. Mangrove sedimen rata-rata menyimpan karbon lima kali lebih besar daripada yang biasanya diamati di hutan terestrial, boreal dan tropis, pada daerah-per-unit. Sistem akar kompleks hutan mangrove, yang jangkar tanaman ke dalam sedimen di bawah air, memperlambat air pasang masuk memungkinkan bahan organik dan anorganik yang mengendap pada permukaan sedimen. kondisi kadar oksigen rendah peluruhan lambat, sehingga lebih banyak karbon terakumulasi dalam tanah. Bahkan, hutan mangrove yang lebih banyak karbon di tanah mereka sendiri dari sebagian besar hutan tropis di seluruh gabungan biomassa dan tanah.

Penurunan Gas Rumah Kaca Tanggung Jawab Bersama

Pemerintah bersiap meluncurkan rencana aksi nasional gas rumah kaca sebagai respons Indonesia mengatasi perubahan iklim. Hal ini menjadi acuan tiap sektor pemerintah untuk mendesain program yang bisa menurunkan emisi karbon ke udara.

Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup, Arief Yuwono, Sabtu (13/8), di Jakarta, mengatakan, dalam waktu dekat peraturan presiden mengenai rencana aksi nasional gas rumah kaca (RAN GRK) akan ditandatangani presiden. ”Berkasnya sudah di Sekretaris Kabinet. Ini merupakan langkah bersama berbagai instansi serta masyarakat untuk menekan emisi demi mengatasi perubahan iklim,” ucapnya.

Menurut Arief, melalui mekanisme ini, target Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menurunkan 26 persen emisi diharapkan tercapai. Penurunan emisi diucapkan Presiden dalam pertemuan G-20 di Pittsburgh, Amerika Serikat.

Meskipun RAN belum diterbitkan, Arief melanjutkan, masing-masing sektor telah bergerak dengan mengerjakan program-program terkait. Kementerian Lingkungan Hidup mengerjakan pembuatan instalasi pengolahan air limbah di Muncar, Jawa Timur. ”Kami juga menanam pohon mangrove di 13 titik lokasi,” ujarnya.

Ia merinci, zat yang termasuk gas rumah kaca, antara lain, karbon dioksida (CO2 dari pembakaran bahan bakar minyak), metana (CH4 dari limbah, sampah, dan pembakaran bahan bakar minyak, dinitro oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFCs digunakan sebagai propellant dan pendingin), perfluorokarbon (PFCs dari produksi aluminium), dan sulfur heksafluorida (SF6 dari kebocoran sistem kelistrikan dan industri elektronik).

Emisi gas rumah kaca nasional mencapai 1,1 juta gigagram karbon dioksida. Penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar berasal dari perubahan fungsi hutan (60 persen), energi (20 persen), limbah/sampah (11 persen), pertanian (5 persen), dan proses industri (3 persen).

Kepala Subdirektorat Dampak Transportasi Perkotaan Kementerian Perhubungan Karlo Manik mengatakan, dalam RAN GRK, Kementerian Perhubungan diberi pekerjaan rumah untuk menurunkan enam persen (dari 26 persen) emisi.

Dari jumlah 6 persen itu, 88 persen bersumber dari transportasi darat. Sisanya, transportasi udara, laut, dan kereta api. Ia mengatakan, dari kendaraan bermotor setiap satu liter bahan bakar bisa menghasilkan setara 2,3 kilogram CO2.

”Kami berupaya menyosialisasikan kepada para pengelola angkutan umum ataupun pengguna kendaraan pribadi untuk merawat mesin dengan baik dan menerapkan cara mengemudi yang benar,” kata Karlo. Hal ini jika diterapkan dapat mengurangi konsumsi bahan bakar kendaraan hingga 30 persen.

Rabu, 28 Desember 2011

Siapa Kontributor Gas Rumah Kaca Terbesar di Dunia?

Siapa sebenarnya yang menjadi kontributor emisi CO2 terbesar di dunia saat ini? Jika banyak klaim dari negara-negara Eropa dan AS mengatakan negara-negara Asia yang bergerak maju seperti Cina dan India sebagai kontributor utama, maka ibarat mereka menuding di depan cermin.

Dalam jurnal ilmiah Lingkungan dan Urbanisasi yang diterbitkan Publikasi Saga dan Institut Internasional bagi Pembangunan dan Lingkungan, seperti yang dikutip dari Antara, produsen emisi karbondioksida terbesar adalah masyarakat dan industri di belahan Amerika Utara, di mana AS, Meksiko, Kanada juga berada dalam kawasan ini. Negara-negara Eropa hanya menyumbangkan setengahnya. Sedangkan negara-negara di Asia Selatan --India, Bangladesh, Pakistan, Sri Lanka, Maladewa, Bhutan dan Nepal masuk dalam kawasan ini-- justru paling sedikit melepaskan karbondioksida ke atmosfir. Laporan itu ditulis berdasarkan riset di 100 kota di 33 negara dengan beragam latar belakang, mulai dari industri hingga negara terbelakang.

Daniel Hoornweg, Kepala Spesialis Kependudukan Perkotaan dan Perubahan Iklim Bank Dunia, yang juga menjadi penulis utama laporan itu menambahkan,''Kota-kota di seluruh dunia sering disalahkan atas emisi gas rumah kaca ini walau ada banyak kota yang memproduksi sangat sedikit emisi ini. Kota-kota seperti ini juga terdapat bahkan di negara-negara industri.''

Laporan itu juga menyatakan, rata-rata emisi gas rumah kaca setiap penduduk di kota-kota negara industri adalah 15-30 ton per tahunnya. Sementara kota-kota di Asia Selatan secara umum memproduksi 0,5 ton gas tersebut setiap tahunnya.

Bahkan ada hasil yang mengejutkan, dimana beberapa kota di Brazil yang notabene lebih maju dari kota-kota di negara yang lebih miskin di Asia dan Afrika, justru memproduksi emisi yang lebih rendah.

Beberapa kasus lainnya adalah, emisi gas rumah kaca di Denver, AS, dua kali lebih banyak daripada emisi serupa di kota tetangganya, New York, yang mempunyai populasi penduduk lebih banyak, namun dengan populasi kendaraan lebih rendah.

Sementara di Toronto, Kanada, emisi per penduduk di kota-kota kecil dengan infrastruktur baik hanya melepas 1,3 ton gas rumah kaca, jauh lebih kecil dari kawasan padat di kota-kota besar setiap tahunnya.

Dari hasil riset itu bisa disimpulkan bahwa gaya hidup dan pola konsumsi merupakan faktor utama yang mempengaruhi emisi gas rumah kaca. ''Dari perspektif produksi emisi gas ini, Shanghai di China lebih tinggi tetapi dari perspektif konsumsi maka produksi emisinya justru lebih rendah,'' tambah Hoornweg.

Dari sisi produksi emisi gas rumah kaca, kota yang makmur dengan penduduk bergaya hidup boros sumber daya bisa memiliki emisi perkapita lebih rendah. Namun dari perspektif konsumsi maka kota itu justru tinggi produksi gas rumah kacanya.

"Laporan ini mengingatkan kita bahwa kota-kota yang makmur dan kemakmuran warganya itu yang justru menyebabkan emisi gas rumah kaca, bukan kota-kota secara umum. Kota-kota di Afrika, Asia, dan Amerika Latin justru memiliki emisi gas ini dalam angka yang rendah. Tantangan untuk mereka tentang ini adalah menjaga produksi gas rumah kaca itu tetap rendah pada saat mereka semakin makmur,"

Solusi Baru Mengurangi Gas Rumah Kaca

Konsumsi bahan bakar fosil yang dilanjutkan sejak terjadinya revolusi industri telah mengakibatkan bahaya lingkungan yang serius sehingga menyebabkan terjadinya pemanasan global.

Suhu rata-rata dunia naik 0,74 derajat selama seabad yang lalu, dan diperkirakan untuk melambung 6,4 derajat pada akhir abad ini. Guna mengatasi masalah ini, banyak negara melaksanakan target untuk mengurangi gas rumah kaca dalam jangka panjang, tetapi suhu bumi ini yang panas itu sulit dipulihkan.

Dengan kondisi seperti ini, sekelompok tim ilmuwan Korea telah mengembangkan teknologi guna menguarangi gas rumah kaca maupun asam sekaligus. Seperti diketahui, metana, karbondioksida dan oksida nitra sebagai gas rumah kaca yang paling terkenal. Khususnya Nitrous oksida yang mengahancurkan lapisan ozon bumi 310 kali lebih banyak dari karbondioksida.

Selain itu, penggunaan nitrogen oksida juga sedang dibatasi mengingat menyebabkan asam dan kabut asap. Sampai saat ini, kedua gas yang membuat ancaman lingkungan yang paling seirus telah diolah dan dikurangi secara terpisah, maka biaya maka biaya untuk mengurangi dua gas itu sangat mahal. Hingga tim peneliti Moon Seung-hyeon mengembangkan teknologi pengurangan kedua gas itu secara simultan dalam satu katalisator

Australia Luncurkan Situs Monitoring Gas Rumah Kaca

SYDNEY - Sebuah lembaga peneliti Australia meluncurkan sebuah situs yang memungkinkan masyarakat untuk memantau emisi gas rumah kaca di wilayah Bumi sebelah selatan.

Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO) mengembangkan sebuah situs agar masyarakat bisa melihat sendiri bagaimana gas rumah kaca meningkat akibat aktivitas manusia. Demikian seperti yang dikutip dari AFP, Senin (20/6/2011).

"Pengukuran tersebut memperlihatkan bagaimana terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfir Bumi, yang mayoritas disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil dan pengrusakan hutan," ujar Paul Fraser, ilmuwan dari CSIRO.

Situs yang beralamatkan di www.csiro.au/greenhouse-gases tersebut, memiliki grafik interaktif yang menunjukkan tingkat karbon dioksida, nitrous oxide dan methan.

Selain itu, zat-zat kimia yang mengikis lapisan ozon juga ikut diukur, seperti chlorofluorocarbons dan halon. Situs tersebut diupdate rutin setiap bulan sebagaimana diujicobanya sampel-sampel baru.

Data yang diambil dari sampel udara dikumpulkan oleh CSIRO dan Bureau of Meteorology di Cape Grim, Tasmania. Sementara untuk belahan Bumi utara sampel dikumpulkan dan diawasi oleh Mauna Loa Observatory di Hawaii.

"Grafik yang kami pasang di situs memungkinkan pengguna untuk menguji bukti tentang perubahan iklim yang saat ini sedang terjadi," ujar Fraser.

"Hal ini merupakan sebuah informasi yang penting untuk memutuskan langkah global yang dibutuhkan untuk menghindari gas rumah kaca mencapai tingkat yang membahayakan.

Visitors

Designed by Animart Powered by Blogger