Flash Message

Kamis, 29 Desember 2011

Dua Jenis Gas Yang Memperburuk Efek Rumah Kaca

Selain karbon dioksida, ada dua gas lagi yang dikhawatirkan mempercepat pemanasan global lebih buruk lagi. Keduanya adalah metan dan nitrogen triflorida yang berasal dari tanaman purba dan teknologi layar flat-panel.

Menurut para pengamat lingkungan, kedua gas tersebut menimbulkan efek rumah kaca seperti karbon dioksida. Bahkan, kedua gas tersebut memberi efek hampir sama dari yang disebabkan karbondioksida. Penelitian terbaru menunjukkan dalam beberapa tahun terakhir efek kedua gas tersebut semakin meningkat di luar perkiraan. Para pengamat cuaca juga terkejut dengan peningkatan tersebut.

Selama ini gas metan masih menjadi kekhawatiran terbesar setelah karbon dioksida. Pasalnya, gas tersebut dianggap sebagai gas efek rumah kaca kedua setelah karbon dioksida berdasar besarnya efek pemanasan yang dihasilkan dan jumlahnya di atmosfer. Gas metan menyumbang sepertiga dari efek karbondioksida terhadap pemanasan global.

Metan berasal dari gas alamiah, pertambangan batubara, kotoran hewan dan tumbuhan yang telah membusuk. Hal yang paling dikhawatirkan para ilmuwan adalah tumbuhan yang membusuk. Beberapa ribu tahun yang lalu, miliaran ton metan terbentuk dari pembusukan tumbuh-tumbuhan Arktik di Kutub Utara. Tumbuhan itu membusuk dan membeku di dasar laut. Saat kutub utara mulai menghangat, metan yang tersimpan di dasar laut itu dapat mempercepat pemanasan di kawasan itu.

Para ilmuwan telah berupaya untuk mempelajari bagaimana proses tersebut akan bermula. Saat ini data yang terkumpul masih berupa data awal, belum ada kesimpulan. Tetapi para ilmuwan tersebut mengatakan apa yang mereka lihat di awal ini adalah permulaan pelepasan metan di kutub utara.

Berdasar pengamatan mereka, dalam delapan tahun terakhir kadar metan di atmosfer masih stabil yang diperkirakan setiap 40 menit oleh monitor pengawas dekat tebing di tepi laut. Tetapi pada 2006 hasilnya menunjukkan terjadinya peningkatan. Jumlah gas metan di udara melonjak dari sekitar 28 juta ton pada Juni 2006 hingga Oktober 2007. Saat ini jumlahnya sudah mencapai 5,6 miliar ton metan di udara.

"Jika hal ini terus terjadi, maka akan buruk efeknya," tutur ilmuwan atmosfer MIT Ron Prinn, kepala studi metan, seperti yang dipaparkannya dalam jurnal Riset Geofisik edisi 31 Oktober. "Saat kadar metan terus meningkat, tentunya akan mempercepat perubahan iklim," tuturnya.

Jenis-jenis Gas rumah kaca

Gas Rumah kaca atau Greenhouse Gases merupakan gas-gas yang terdapat di atmosfer yang menyebabkan Greenhouse effect atau efek rumah kaca. Efek rumah kaca berfungsi untuk menjaga temperatur permukaan bumi agar tetap hangat. Namun jika kosentrasi gas rumah kaca meningkat, efek rumah kaca yang dihasilkan akan menyebabkan pemanasan global (global Warming).

Jenis-jenis gas rumah kaca ini setidaknya ada 6 macam. Gas-gas rumah kaca ini kebanyakannya merupakan hasil dari aktivitas makhluk hidup terutama manusia. Kecuali gas Karbondioksida yang merupakan hasil dari proses respirasi makhluk hidup dan terbentuk secara alami di udara, jenis gas rumah kaca yang lain merupakan dampak dari hasil perkembangan Industri dan teknologi.
Jenis-jenis Gas rumah kaca
1. CO2 (karbondioksida) yang berasal dari respirasi makhluk hidup, pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi, batubara, dan gas alami)
2. CH4 (methana) berasal dari persawahan, pelapukan kayu, timbunan sampah, proses industri, dan eksplorasi bahan bakar fosil
3. N2O (nitrous oksida) yang berasal dari kegiatan pertanian/pemupukan, transportasi dan proses industri
4. HFCs (hidrofluorokarbon) berasal dari sistem pendingin, aerosol, foam, pelarut, dan pemadam kebakaran
5. PFCs (perfluorokarbon) berasal dari proses industri
6. SF6 (sulfur heksafluorida) berasal dari proses industri

Jenis gas rumah kaca diatas dapat diturunkan kosentrasinya jika dengan mengkonsumsi barang-barang yang ramah lingkungan dan yang tidak menghasilakan gas-gas rumah kaca diatas sebagai limbah buangannya

Hutan Mangrove Menjadi Kunci Menurunkan Pengaruh Gas Rumah Kaca

Hutan mangrove Pesisir menyimpan karbon lebih dari hampir semua hutan lainnya di Bumi, menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh tim dari Dinas Kehutanan AS dan ilmuwan universitas. Temuan mereka dipublikasikan online dalam jurnal Nature Geoscience.

Sebuah tim peneliti dari US Forest Service Pasifik Barat Daya dan stasiun penelitian Utara, Universitas Helsinki dan Pusat Penelitian Kehutanan Internasional meneliti kandungan karbon dari 25 hutan mangrove di wilayah Indo-Pasifik dan menemukan bahwa hutan mangrove per hektar menyimpan sampai empat kali lebih banyak karbon daripada kebanyakan hutan tropis lainnya di seluruh dunia.

“Mangrove telah lama dikenal sebagai ekosistem yang sangat produktif yang memiliki siklus karbon sangat cepat, tetapi sampai sekarang tidak ada perkiraan berapa karbon yang berada dalam sistem informasi penting Itu karena terjadi perubahan penggunaan lahan terjadi. Banyak yang stok karbon berdiri dapat dilepaskan ke atmosfir, “kata Daniel Donato, seorang ahli ekologi penelitian postdoctoral di Pacific Southwest Research Station di Hilo, Hawaii.

Kemampuan hutan bakau untuk menyimpan sejumlah besar seperti karbon dapat disebabkan, sebagian, dengan kedalaman tanah yang kaya organik di mana ia tumbuh subur. Mangrove sedimen rata-rata menyimpan karbon lima kali lebih besar daripada yang biasanya diamati di hutan terestrial, boreal dan tropis, pada daerah-per-unit. Sistem akar kompleks hutan mangrove, yang jangkar tanaman ke dalam sedimen di bawah air, memperlambat air pasang masuk memungkinkan bahan organik dan anorganik yang mengendap pada permukaan sedimen. kondisi kadar oksigen rendah peluruhan lambat, sehingga lebih banyak karbon terakumulasi dalam tanah. Bahkan, hutan mangrove yang lebih banyak karbon di tanah mereka sendiri dari sebagian besar hutan tropis di seluruh gabungan biomassa dan tanah.

Penurunan Gas Rumah Kaca Tanggung Jawab Bersama

Pemerintah bersiap meluncurkan rencana aksi nasional gas rumah kaca sebagai respons Indonesia mengatasi perubahan iklim. Hal ini menjadi acuan tiap sektor pemerintah untuk mendesain program yang bisa menurunkan emisi karbon ke udara.

Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup, Arief Yuwono, Sabtu (13/8), di Jakarta, mengatakan, dalam waktu dekat peraturan presiden mengenai rencana aksi nasional gas rumah kaca (RAN GRK) akan ditandatangani presiden. ”Berkasnya sudah di Sekretaris Kabinet. Ini merupakan langkah bersama berbagai instansi serta masyarakat untuk menekan emisi demi mengatasi perubahan iklim,” ucapnya.

Menurut Arief, melalui mekanisme ini, target Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menurunkan 26 persen emisi diharapkan tercapai. Penurunan emisi diucapkan Presiden dalam pertemuan G-20 di Pittsburgh, Amerika Serikat.

Meskipun RAN belum diterbitkan, Arief melanjutkan, masing-masing sektor telah bergerak dengan mengerjakan program-program terkait. Kementerian Lingkungan Hidup mengerjakan pembuatan instalasi pengolahan air limbah di Muncar, Jawa Timur. ”Kami juga menanam pohon mangrove di 13 titik lokasi,” ujarnya.

Ia merinci, zat yang termasuk gas rumah kaca, antara lain, karbon dioksida (CO2 dari pembakaran bahan bakar minyak), metana (CH4 dari limbah, sampah, dan pembakaran bahan bakar minyak, dinitro oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFCs digunakan sebagai propellant dan pendingin), perfluorokarbon (PFCs dari produksi aluminium), dan sulfur heksafluorida (SF6 dari kebocoran sistem kelistrikan dan industri elektronik).

Emisi gas rumah kaca nasional mencapai 1,1 juta gigagram karbon dioksida. Penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar berasal dari perubahan fungsi hutan (60 persen), energi (20 persen), limbah/sampah (11 persen), pertanian (5 persen), dan proses industri (3 persen).

Kepala Subdirektorat Dampak Transportasi Perkotaan Kementerian Perhubungan Karlo Manik mengatakan, dalam RAN GRK, Kementerian Perhubungan diberi pekerjaan rumah untuk menurunkan enam persen (dari 26 persen) emisi.

Dari jumlah 6 persen itu, 88 persen bersumber dari transportasi darat. Sisanya, transportasi udara, laut, dan kereta api. Ia mengatakan, dari kendaraan bermotor setiap satu liter bahan bakar bisa menghasilkan setara 2,3 kilogram CO2.

”Kami berupaya menyosialisasikan kepada para pengelola angkutan umum ataupun pengguna kendaraan pribadi untuk merawat mesin dengan baik dan menerapkan cara mengemudi yang benar,” kata Karlo. Hal ini jika diterapkan dapat mengurangi konsumsi bahan bakar kendaraan hingga 30 persen.

Rabu, 28 Desember 2011

Siapa Kontributor Gas Rumah Kaca Terbesar di Dunia?

Siapa sebenarnya yang menjadi kontributor emisi CO2 terbesar di dunia saat ini? Jika banyak klaim dari negara-negara Eropa dan AS mengatakan negara-negara Asia yang bergerak maju seperti Cina dan India sebagai kontributor utama, maka ibarat mereka menuding di depan cermin.

Dalam jurnal ilmiah Lingkungan dan Urbanisasi yang diterbitkan Publikasi Saga dan Institut Internasional bagi Pembangunan dan Lingkungan, seperti yang dikutip dari Antara, produsen emisi karbondioksida terbesar adalah masyarakat dan industri di belahan Amerika Utara, di mana AS, Meksiko, Kanada juga berada dalam kawasan ini. Negara-negara Eropa hanya menyumbangkan setengahnya. Sedangkan negara-negara di Asia Selatan --India, Bangladesh, Pakistan, Sri Lanka, Maladewa, Bhutan dan Nepal masuk dalam kawasan ini-- justru paling sedikit melepaskan karbondioksida ke atmosfir. Laporan itu ditulis berdasarkan riset di 100 kota di 33 negara dengan beragam latar belakang, mulai dari industri hingga negara terbelakang.

Daniel Hoornweg, Kepala Spesialis Kependudukan Perkotaan dan Perubahan Iklim Bank Dunia, yang juga menjadi penulis utama laporan itu menambahkan,''Kota-kota di seluruh dunia sering disalahkan atas emisi gas rumah kaca ini walau ada banyak kota yang memproduksi sangat sedikit emisi ini. Kota-kota seperti ini juga terdapat bahkan di negara-negara industri.''

Laporan itu juga menyatakan, rata-rata emisi gas rumah kaca setiap penduduk di kota-kota negara industri adalah 15-30 ton per tahunnya. Sementara kota-kota di Asia Selatan secara umum memproduksi 0,5 ton gas tersebut setiap tahunnya.

Bahkan ada hasil yang mengejutkan, dimana beberapa kota di Brazil yang notabene lebih maju dari kota-kota di negara yang lebih miskin di Asia dan Afrika, justru memproduksi emisi yang lebih rendah.

Beberapa kasus lainnya adalah, emisi gas rumah kaca di Denver, AS, dua kali lebih banyak daripada emisi serupa di kota tetangganya, New York, yang mempunyai populasi penduduk lebih banyak, namun dengan populasi kendaraan lebih rendah.

Sementara di Toronto, Kanada, emisi per penduduk di kota-kota kecil dengan infrastruktur baik hanya melepas 1,3 ton gas rumah kaca, jauh lebih kecil dari kawasan padat di kota-kota besar setiap tahunnya.

Dari hasil riset itu bisa disimpulkan bahwa gaya hidup dan pola konsumsi merupakan faktor utama yang mempengaruhi emisi gas rumah kaca. ''Dari perspektif produksi emisi gas ini, Shanghai di China lebih tinggi tetapi dari perspektif konsumsi maka produksi emisinya justru lebih rendah,'' tambah Hoornweg.

Dari sisi produksi emisi gas rumah kaca, kota yang makmur dengan penduduk bergaya hidup boros sumber daya bisa memiliki emisi perkapita lebih rendah. Namun dari perspektif konsumsi maka kota itu justru tinggi produksi gas rumah kacanya.

"Laporan ini mengingatkan kita bahwa kota-kota yang makmur dan kemakmuran warganya itu yang justru menyebabkan emisi gas rumah kaca, bukan kota-kota secara umum. Kota-kota di Afrika, Asia, dan Amerika Latin justru memiliki emisi gas ini dalam angka yang rendah. Tantangan untuk mereka tentang ini adalah menjaga produksi gas rumah kaca itu tetap rendah pada saat mereka semakin makmur,"

Solusi Baru Mengurangi Gas Rumah Kaca

Konsumsi bahan bakar fosil yang dilanjutkan sejak terjadinya revolusi industri telah mengakibatkan bahaya lingkungan yang serius sehingga menyebabkan terjadinya pemanasan global.

Suhu rata-rata dunia naik 0,74 derajat selama seabad yang lalu, dan diperkirakan untuk melambung 6,4 derajat pada akhir abad ini. Guna mengatasi masalah ini, banyak negara melaksanakan target untuk mengurangi gas rumah kaca dalam jangka panjang, tetapi suhu bumi ini yang panas itu sulit dipulihkan.

Dengan kondisi seperti ini, sekelompok tim ilmuwan Korea telah mengembangkan teknologi guna menguarangi gas rumah kaca maupun asam sekaligus. Seperti diketahui, metana, karbondioksida dan oksida nitra sebagai gas rumah kaca yang paling terkenal. Khususnya Nitrous oksida yang mengahancurkan lapisan ozon bumi 310 kali lebih banyak dari karbondioksida.

Selain itu, penggunaan nitrogen oksida juga sedang dibatasi mengingat menyebabkan asam dan kabut asap. Sampai saat ini, kedua gas yang membuat ancaman lingkungan yang paling seirus telah diolah dan dikurangi secara terpisah, maka biaya maka biaya untuk mengurangi dua gas itu sangat mahal. Hingga tim peneliti Moon Seung-hyeon mengembangkan teknologi pengurangan kedua gas itu secara simultan dalam satu katalisator

Australia Luncurkan Situs Monitoring Gas Rumah Kaca

SYDNEY - Sebuah lembaga peneliti Australia meluncurkan sebuah situs yang memungkinkan masyarakat untuk memantau emisi gas rumah kaca di wilayah Bumi sebelah selatan.

Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO) mengembangkan sebuah situs agar masyarakat bisa melihat sendiri bagaimana gas rumah kaca meningkat akibat aktivitas manusia. Demikian seperti yang dikutip dari AFP, Senin (20/6/2011).

"Pengukuran tersebut memperlihatkan bagaimana terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfir Bumi, yang mayoritas disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil dan pengrusakan hutan," ujar Paul Fraser, ilmuwan dari CSIRO.

Situs yang beralamatkan di www.csiro.au/greenhouse-gases tersebut, memiliki grafik interaktif yang menunjukkan tingkat karbon dioksida, nitrous oxide dan methan.

Selain itu, zat-zat kimia yang mengikis lapisan ozon juga ikut diukur, seperti chlorofluorocarbons dan halon. Situs tersebut diupdate rutin setiap bulan sebagaimana diujicobanya sampel-sampel baru.

Data yang diambil dari sampel udara dikumpulkan oleh CSIRO dan Bureau of Meteorology di Cape Grim, Tasmania. Sementara untuk belahan Bumi utara sampel dikumpulkan dan diawasi oleh Mauna Loa Observatory di Hawaii.

"Grafik yang kami pasang di situs memungkinkan pengguna untuk menguji bukti tentang perubahan iklim yang saat ini sedang terjadi," ujar Fraser.

"Hal ini merupakan sebuah informasi yang penting untuk memutuskan langkah global yang dibutuhkan untuk menghindari gas rumah kaca mencapai tingkat yang membahayakan.

Perpres 71- 2011; Inventarisasi Gas Rumah Kaca

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 71 TAHUN 2011
TENTANG
PENYELENGGARAAN INVENTARISASI
GAS RUMAH KACA NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:a.bahwa peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer telah mengakibatkan pemanasan global yang memicu perubahan iklim global yang dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup;
b.bahwa dengan meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim, Indonesia ikut aktif bersama-sama dengan anggota masyarakat internasional lainnya dalam upaya mencegah meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer;
c.bahwa berdasarkan pasal 63 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota bertugas dan berwenang menyelenggarakan inventarisasi gas rumah kaca;
d.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional;

Mengingat:1.Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3557);
3.Undang-Undang Nomor 17 tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol to The United Nations Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4);
4.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5.Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058);
6.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1.Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global dan perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.
2.Gas rumah kaca yang selanjutnya disebut GRK adalah gas yang terkandung dalam atmosfer, baik alami maupun antropogenik, yang menyerap dan memancarkan kembali radiasi inframerah.
3.Inventarisasi GRK adalah kegiatan untuk memperoleh data dan informasi mengenai tingkat, status, dan kecenderungan perubahan emisi GRK secara berkala dari berbagai sumber emisi (source) dan penyerapnya (sink) termasuk simpanan karbon (carbon stock).
4.Emisi GRK adalah lepasnya GRK ke atmosfer pada suatu area tertentu dalam jangka waktu tertentu.
5.Serapan GRK adalah diserapnya GRK dari atmosfer pada suatu area tertentu dalam jangka waktu tertentu.
6.Simpanan karbon (carbon stock) adalah besaran karbon yang terakumulasi dalam tampungan karbon (carbon pools) di darat dan laut dalam jangka waktu tertentu.
7.Data aktivitas adalah besaran kuantitatif kegiatan atau aktivitas manusia yang dapat melepaskan dan/atau menyerap GRK.
8.Faktor emisi adalah besaran emisi GRK yang dilepaskan ke atmosfer per satuan aktivitas tertentu.
9.Faktor serapan adalah besaran GRK di atmosfer yang diserap per satuan aktivitas tertentu.
10.Tingkat emisi GRK adalah besarnya emisi GRK tahunan.
11.Tingkat serapan GRK adalah besarnya serapan GRK tahunan.
12.Status emisi GRK adalah kondisi emisi GRK dalam satu kurun waktu tertentu yang dapat diperbandingkan berdasarkan hasil penghitungan GRK dengan menggunakan metode dan faktor emisi/serapan yang konsisten.
13.Laporan Komunikasi Nasional Perubahan Iklim (National Communication) adalah laporan yang disusun oleh Pemerintah Indonesia sebagai kewajiban Negara Pihak yang meratifikasi Konvensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Framework Convention on Climate Change).
14.Mitigasi Perubahan Iklim adalah usaha pengendalian untuk mengurangi risiko akibat perubahan iklim melalui kegiatan yang dapat menurunkan emisi atau meningkatkan penyerapan GRK dari berbagai sumber emisi.
15.Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
16.Menteri terkait dan/atau Kepala Lembaga Pemerintahan Non Kementerian adalah pimpinan Kementerian dan/atau Lembaga yang ruang lingkup, tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II
TUJUAN

Pasal 2
Penyelenggaraan Inventarisasi GRK Nasional bertujuan untuk menyediakan:
a.Informasi secara berkala mengenai tingkat, status dan kecenderungan perubahan emisi dan serapan GRK termasuk simpanan karbon di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota.
b.Informasi pencapaian penurunan emisi GRK dari kegiatan mitigasi perubahan iklim nasional.

BAB III
PROSES DAN TATA CARA PENGHITUNGAN
INVENTARISASI GRK

Pasal 3
(1)Inventarisasi GRK dilakukan dengan cara:
a.Pemantauan dan pengumpulan data aktivitas sumber emisi dan serapan GRK termasuk simpanan karbon, serta penetapan faktor emisi dan faktor serapan GRK.
b.Penghitungan emisi dan serapan GRK termasuk simpanan karbon.
(2)Hasil penghitungan emisi dan serapan GRK termasuk simpanan karbon dilaporkan dalam bentuk tingkat dan status emisi GRK.
(3)Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sumber emisi dan penyerapnya termasuk simpanan karbon yang meliputi:
a.Pertanian, Kehutanan, Lahan Gambut, dan Penggunaan Lahan Lainnya.
b.Pengadaan dan Penggunaan Energi yang mencakup:
1.pembangkitan energi;
2.industri;
3.transportasi;
4.rumah tangga;
5.komersial; dan
6.pertanian, konstruksi, dan pertambangan.
c.Proses Industri dan Penggunaan Produk.
d.Pengelolaan Limbah.
(4)Menteri dapat menetapkan sumber lainnya selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setelah berkoordinasi dengan Menteri terkait dan/atau Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian.
(5)GRK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) meliputi senyawa:
a.karbon dioksida (CO2).
b.metana (CH4).
c.dinitro oksida (N2O).
d.hidrofluorokarbon (HFCs).
e.perfluorokarbon (PFCs).
f.sulfur heksafluorida (SF6).

Pasal 4
(1)Penghitungan emisi dan serapan GRK termasuk simpanan karbon dilakukan dengan:
a.menggunakan data aktivitas di masing-masing sumber emisi dan penyerapnya termasuk simpanan karbon;
b.menggunakan data aktivitas pada tahun yang sama;
c.menggunakan faktor emisi dan faktor serapan lokal.
(2)Dalam hal faktor emisi dan faktor serapan lokal tidak tersedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, penghitungan emisi dan serapan GRK termasuk simpanan karbon dapat menggunakan faktor emisi dan faktor serapan yang telah disepakati secara internasional.
(3)Hasil penghitungan emisi dan/atau serapan GRK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menghitung pencapaian penurunan emisi GRK dari kegiatan mitigasi perubahan iklim nasional.

Pasal 5
Terhadap data aktivitas, faktor emisi dan faktor serapan, penghitungan tingkat emisi dan tingkat serapan GRK dilakukan:
a.Analisis tingkat ketidakpastian (uncertainty).
b.Pemilihan metodologi yang digunakan.
c.Pengendalian kualitas data (quality control) guna menjamin ketepatan dan kelengkapan data.
d.Penjaminan data (quality assurance) dengan melakukan kaji ulang prosedur pelaksanaan inventarisasi GRK.
e.Pendokumentasian data dan informasi serta pengarsipannya.
f.Penentuan sumber yang paling signifikan guna membantu alokasi sumber daya untuk perbaikan penyelenggaraan inventarisasi.

BAB IV
VERIFIKASI

Pasal 6
(1)Terhadap proses dan hasil inventarisasi GRK, termasuk hasil pencapaian penurunan emisi GRK dari kegiatan mitigasi perubahan iklim nasional dilakukan verifikasi.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Peraturan Menteri.

BAB V
TUGAS DAN WEWENANG

Pasal 7
(1)Menteri bertugas untuk:
a.Menetapkan pedoman penyelenggaraan inventarisasi GRK.
b.Mengoordinasikan penyelenggaraan inventarisasi GRK dan kecenderungan perubahan emisi dan serapan GRK termasuk simpanan karbon di tingkat nasional.
c.Melaksanakan.
c.Melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap proses dan hasil inventarisasi GRK.
(2)Menteri melakukan koordinasi dalam penyusunan Laporan Komunikasi Nasional Perubahan Iklim (National Communication).
(3)Menteri menyampaikan laporan Komunikasi Nasional kepada perwakilan pemerintah yang ditugaskan sebagai National Focal Point pada United Nations Framework Convention on Climate Change.

Pasal 8
(1)Menteri terkait dan/atau Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang terkait dengan ruang lingkup inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), bertugas untuk:
a.Menyelenggarakan inventarisasi GRK.
b.Menyusun kecenderungan perubahan emisi dan serapan GRK termasuk simpanan karbon sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya.
c.Mengembangkan metodologi inventarisasi dan faktor emisi atau serapan GRK berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan.
(2)Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri terkait dan/atau Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian menetapkan penanggungjawab yang bertugas melaksanakan inventarisasi GRK di unit kerja instansi sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 9
(1)Gubernur bertugas:
a.menyelenggarakan inventarisasi GRK di tingkat provinsi; dan
b.mengoordinasikan penyelenggaraan inventarisasi GRK di kabupaten dan kota di wilayahnya.
(2)Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur menunjuk unit pelaksana teknis daerah yang lingkup tugasnya di bidang lingkungan hidup.

Pasal 10
(1)Bupati dan Walikota bertugas menyelenggarakan inventarisasi GRK di kabupaten dan kota.
(2)Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bupati dan Walikota menunjuk unit pelaksana teknis daerah yang lingkup tugasnya di bidang lingkungan hidup.

Pasal 11
Penyelenggaraan inventarisasi GRK yang dilakukan oleh Menteri terkait dan/atau Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Gubernur, Bupati, dan Walikota berdasarkan pada pedoman yang ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a.

BAB VI
PELAPORAN

Pasal 12
(1)Bupati dan/atau Walikota melaporkan hasil kegiatan inventarisasi GRK kepada Gubernur secara berkala, satu kali dalam setahun.
(2)Gubernur melaporkan hasil kegiatan inventarisasi GRK dari kabupaten dan/atau kota kepada Menteri satu kali dalam setahun.

Pasal 13
(1)Menteri terkait dan/atau Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian melaporkan hasil kegiatan inventarisasi GRK kepada Menteri satu kali dalam setahun.
(2)Menteri melaporkan hasil penyelenggaraan inventarisasi GRK kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.

Pasal 14
(1)Laporan inventarisasi GRK diterbitkan secara berkala sesuai dengan kebutuhan nasional, kebutuhan internasional, dan kebutuhan untuk penyusunan Laporan Komunikasi Nasional Perubahan Iklim (National Communication) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) yang dikoordinasikan oleh Menteri.
(2)Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai bahan perumusan kebijakan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan mitigasi perubahan iklim nasional termasuk rencana aksi penurunan emisi GRK nasional.

Pasal 15
(1)Seluruh pelaku usaha dari kegiatan yang secara potensial menimbulkan emisi dan/atau menyerap GRK, wajib melaporkan data-data terkait inventarisasi GRK kepada Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai kewenangannya satu kali dalam setahun.
(2)Batasan pelaku usaha yang wajib melaporkan data terkait inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan penyelenggaraan inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

BAB VII
PEMBINAAN

Pasal 17
(1)Menteri dan Menteri terkait dan/atau Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian memberikan pembinaan dalam rangka penyelenggaraan inventarisasi GRK kepada pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan pemangku kepentingan.
(2)Gubernur memberikan pembinaan dalam rangka koordinasi penyelenggaraan inventarisasi GRK kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dan pemangku kepentingan.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 18
(1)Setiap pelaksana inventarisasi GRK wajib memenuhi kriteria dan standar kompetensi inventarisasi GRK.
(2)Kriteria dan standar kompetensi inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB VIII
PEMBIAYAAN

Pasal 19
Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Presiden ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan/atau sumber pendanaan lainnya yang sah sesuai peraturan perundang-undangan.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Oktober 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Pengusaha Harus Diminta Untuk Mengurangi Efek Rumah Kaca

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 20 persen pada 2012 mendatang. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya menanggulangi konsep perubahan iklim, yang diharapkan menjadi dasar konsep ekonomi hijau.

Menurut Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, pengurangan emisi yang berujung pada ekonomi hijau, merupakan tindaklanjut dari Perpres Nomor 61 tahun 2011 tentang Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca yang telah ditandatangi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 20 September silam. Menurut Armida, perubahan iklim konsep ekonomi hijau ini tentunya diperlukan kerja sama semua pihak, khususnya kalangan pengusaha dalam merealisasikan konsep tersebut.

Alangkah Besarnya Gas Rumah Kaca Yang Terreduksi Jika Kita Bijak Menggunakan Kertas

Membaca sebuah artikel dalam suatu milis menggugah saya untuk meletakannya dalam blog radiografer ini, semoga saja pemakaian kertas dapat dikurangi yang berakibat pada pengurangan penebangan pohon sehingga bahaya emisi gas buang dapat dikurangi.

Tahukah Anda, jika kantor-kantor di Amerika mau mengurangi penggunaan
kertas sebesar 10% saja, mereka dapat mencegah 1,6 juta ton emisi gas rumah
kaca atau setara dengan menarik 280.000 mobil dari jalanan.*

Penggunaan kertas untuk kebutuhan kantor ditengarai memang sangat tinggi.
Untuk tisu pembersih misalnya, memo, dokumen, surat, dan lain
sebagainya. Alangkah
besarnya emisi gas rumah kaca yang tereduksi, jika gerakan hemat kertas itu
benar dilaksanakan. Apalagi jika gerakan tersebut tidak hanya dilakukan di
Amerika saja, tetapi di semua negara. Wow! Betapa senangnya bumi kita.

Fakta lain mengatakan, untuk membuat 1 kilogram kertas dibutuhkan 3 kilogram
kayu. Bayangkan, berapa pohon yang ditebang setiap harinya untuk memenuhi
kebutuhan kertas se-dunia. Menurut Media Informasi Air Minum dan Penyehatan
Lingkungan, setiap hari sampah kertas di dunia paling tidak setara dengan
27.000 batang kayu. Jika kondisi seperti itu terus berlanjut, semakin lama
hutan dunia akan semakin gundul, dan paru-paru bumi akan lenyap.

Sebenarnya kita juga bisa ikut berkontribusi dalam menyelamatkan bumi dari
polusi dan kehancuran. Salah satu caranya yaitu dengan gerakan penghematan
kertas di kantor. Barangkali Anda sudah sering mendapatkan tips menghemat
kertas di kantor, seperti mengurangi penggunaan tisu dan beralih ke sapu
tangan atau kain serbet, mencetak teks secara bolak-balik, mempraktikkan
prinsip reuse(memakai ulang), dan lain sebagainya. Ya, itulah beberapa
cara yang memang harus dilakukan, agar produksi sampah kertas kantor
berkurang jumlahnya.

Ada satu cara lain yang sangat efektif untuk menghemat penggunaan kertas,
yaitu dengan memanfaatkan teknologi komputer. Dengan komputer dokumen dapat
dibuat dan disimpan dalam bentuk *file*. Ditambah lagi, sekarang ini
teknologi internet sudah sedemikian berkembang. Melalui internet segala
informasi bisa ditransfer dengan mudah tanpa harus mencetak file.

Maka dari itu, sebaiknya tambahkan aplikasi internet dalam komputer di
kantor Anda. Karena selain dapat menghemat kertas, pekerjaan pun akan
semakin cepat dan mudah diselesaikan. Apalagi jika kantor Anda menggunakan
aplikasi manajemen tugas berbasis web yang terkoneksi antar-komputer, hampir
bisa dipastikan Anda tidak perlu lagi menyediakan kertas berlebihan untuk
surat, memo, kalender penjadwalan kerja, maupun sticky note. Cobalah! Dan
Anda akan menjadi penyelamat bumi.

Pemerintah Keluarkan Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

Pemerintah mengeluarkan rencana aksi nasional penurunan emisi gas rumah kaca melalui Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2011, guna mencapai target penurunan emisi sebesar 41 persen pada 2020.

"PP-nya telah ditandatangani pada 20 September 2011 guna mendorong gerakan penurunan emisi gas buang," kata Kepala Biro Humas dan Tata Usaha Pimpinan Bappenas, Maruhum Batubara, pada forum grup diskusi tentang hemat energi, yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika, di Jakarta, Jumat (28/10).

Ia mengatakan, sesuai PP tersebut pemerintah pusat dan daerah, serta kementerian dan lembaga, mendapat tugas dalam rencana aksi nasional penurunan emisi gas rumah kaca. PP tersebut merupakan upaya dan tekad pemerintah untuk memenuhi janji menurunkan emisi gas rumah kaca pada 2020 sebesar 26 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional.

Rencana Aksi Nasional Penurunan Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) tersebut, meliputi bidang pertanian, kehutanan dan lahan gambut, energi dan transportasi, industri, serta pengolahan limbah. PP itu juga memerintahkan gubernur untuk menyusun rencana aksi daerah penurunan gas rumah kaca (RAD-GRK) paling lambat 12 bulan setelah keluarnya PP tersebut. Rencana aksi itu kemudian diserahkan ke Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Ka Bappenas dan Mendagri.

Sedangkan menteri dan pimpinan lembaga diminta menyampaikan pelaksanaan RAN-GRK ke Menko Bidang Perekonomian. Menko diwajibkan melapor kepada Presiden mengenai pelaksanaan RAN-GRK paling sedikit satu tahun sekali.

Wakil dari Direktorat Konservasi Energi Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM, Maryam, mengatakan, pada Agustus pemerintah mengeluarkan Inpres Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penghematan Energi Air, yang menginstruksikan lembaga pemerintah pusat dan daerah melakukan langkah dan inovasi dalam penghematan energi dan air.

"Target Inpres tersebut adalah penghematan listrik sebesar 20 persen, penghematan BBM bersubsidi sebesar 10 persen, dan air 10 persen. Diharapkan dengan Inpres tersebut pegawai negeri menjadi pelopor penghematan energi dan air," katanya. Untuk itu, pemerintah juga membentuk tim nasional penghematan energi dan air

RI Dapat Utang Rp 800 Miliar Untuk Kurangi Gas Rumah Kaca

Asian Development Bank (ADB) memberikan pinjaman kepada pemerintah Indonesia sebesar US$ $100 juta atau sekitar Rp 850 miliar. Utangan ini merupakan upaya ABD membantu RI kurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim.

"Pendanaan ini akan membantu upaya pemerintah membuat pertumbuhan ekonomi menjadi ramah lingkungan dengan emisi gas rumah kaca yang lebih rendah," kata Jon D. Lindborg, Country Director ADB di Indonesia dalam siaran pers, Kamis (10/11/2011).

Indonesia telah banyak melaksanakan reformasi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, mengembangkan energi terbarukan, dan memasukkan upaya-upaya untuk menghadapi perubahan iklim ke dalam kegiatan pembangunan yang dilakukannya.

Indonesia telah berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 26% dari kondisi biasa tanpa intervensi pada tahun 2020 dan meningkatkan pengurangan tersebut menjadi 40% dengan bantuan internasional.

Pengurangan sebesar 26% tersebut akan membutuhkan investasi miliaran dolar AS mulai saat ini hingga 2020. Penelitian ADB menunjukkan, jika dibiarkan tanpa intervensi maka perubahan iklim di Indonesia akan menimbulkan kerugian antara 0,7% hingga 2,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) di akhir abad ini.

Penelitian itu juga mencatat, Indonesia menghasilkan lebih dari separo emisi gas rumah kaca dari seluruh kawasan Asia Tenggara akibat dari penebangan hutan dan perubahan lahan gambut untuk kegiatan pertanian.

Meningkatnya kebutuhan listrik di Indonesia juga meningkatkan emisi gas rumah kaca. Energi bisa menjadi sumber terbesar emisi gas rumah kaca pada tahun 2030.

Solusi Tercepat Untuk Mengerem Efek Dari gas Rumah Kaca

Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, pada November 2006 PBB telah merilis laporan mengejutkan yang berhasil membuka mata dunia bahwa ternyata 18% dari emisi gas rumah kaca datang dari aktifitas pemeliharaan ayam, sapi, babi, dan hewan-hewan ternak lainnya. Di sisi lain, mobil, sepeda motor, truk-truk besar, pesawat terbang, dan semua sarana transportasi lainnya yang bisa Anda sebutkan hanya menyumbang 13% emisi gas rumah kaca. Bayangkanlah kenyataan ini: Ternyata penghasil utama emisi gas berbahaya yang mengancam kehidupan planet kita saat ini bukanlah mobil, sepeda motor, ataupun truk dan bus dengan polusinya yang menjengkelkan Anda. Tetapi emisi berbahaya itu datang dari sesuatu yang nampak sederhana, tidak berdaya, dan nampak lezat di meja makan Anda. Yaitu daging!



Mungkin bagi Anda hal ini sangat berlebihan. Tetapi ketahuilah bahwa laporan ini bukan dirilis oleh sekelompok ilmuwan paranoid yang tidak kompeten, ataupun peneliti dari tingkat universitas lokal. Laporan ini dirilis langsung oleh PBB melalui FAO (Food and Agriculture Organization - Organisasi Pangan dan Pertanian). Tentu agak sulit membayangkan bagaimana mungkin seekor anak ayam yang terlahir dari telurnya yang begitu rapuh, yang terlihat begitu kecil dibandingkan luasnya planet ini, bisa memberikan pengaruh yang begitu besar pada perubahan iklim. Jawabannya adalah pada jumlah mereka mereka yang luar biasa banyak. Amerika Serikat saja menjagal tidak kurang dari 10 miliar hewan darat setiap tahunnya (tidak termasuk ikan dan hewan laut lainnya). Bayangkan berapa banyak jumlahnya bila digabungkan dengan seluruh dunia.



Untuk membantu Anda membayangkan bagaimana sektor peternakan bisa menghasilkan emisi yang begitu besar, simaklah beberapa poin berikut ini:

Pemeliharaan hewan ternak memerlukan energi listrik untuk lampu-lampu dan peralatan pendukung peternakan, mulai dari penghangat ruangan, mesin pemotong, dll. Salah satu inefisiensi listrik terbesar adalah dari mesin-mesin pendingin untuk penyimpanan daging. Baik yang ada di peternakan maupun yang ada di titik-titik perhentian (distributor, pengecer, rumah makan, pasar, dll) sebelum daging tersebut tiba di rumah/piring makan Anda. Anda tentu tahu bahwa mesin-mesin pendingin adalah peralatan elektronik yang sangat boros listrik/energi.
Transportasi yang digunakan, baik untuk mengangkut ternak, makanan ternak, sampai dengan elemen pendukung peternakan lainnya (obat-obatan dll) menghasilkan emisi karbon yang signifikan.
Peternakan menyedot begitu banyak sumber daya pendukung lainnya, mulai dari pakan ternak hingga obat-obatan dan hormon untuk mempercepat pertumbuhan. Mungkin sepintas terlihat seperti pendukung pertumbuhan ekonomi. Tapi dapatkah Anda membayangkan berapa banyak lagi emisi yang dihasilkan tiap industri pendukung tersebut? Perekonomian yang maju tidak ada lagi artinya kalau planet kita hancur! Masih banyak sektor-sektor industri ramah lingkungan yang bisa dikembangkan di dunia ini. Jadi mengapa harus mengembangkan sektor yang membahayakan kehidupan kita semua?
Peternakan membutuhkan lahan yang tidak sedikit. Demi pembukaan lahan peternakan, begitu banyak hutan hujan yang dikorbankan. Hal ini masih diperparah lagi dengan banyaknya hutan yang juga dirusak untuk menanam pakan ternak tersebut (gandum, rumput, dll). Padahal akan jauh lebih efisien bila tanaman tersebut diberikan langsung kepada manusia. Peternakan sapi saja telah menyedot makanan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kalori 8,7 miliar orang! Lebih dari jumlah populasi manusia di dunia. KELAPARAN DUNIA TIDAK AKAN TERJADI JIKA SEMUA ORANG BERVEGETARIAN. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa seorang vegetarian menyelamatkan hingga setengah hektar pepohonan setiap tahunnya! Hutan hujan tropis mengalami penggundulan besar-besaran untuk menyediakan lahan peternakan. Lima puluh lima kaki persegi hutan tropis dihancurkan hanya untuk menghasilkan satu ons burger! Perusakan hutan sama dengan memperparah efek pemanasan global karena CO2 yang tersimpan dalam tanaman akan terlepaskan ke atmosfer bersamaan dengan matinya tanaman tersebut.
Hewan-hewan ternak seperti sapi adalah polutan metana yang signifikan. Sapi secara alamiah akan melepaskan metana dari dalam perutnya selama proses mencerna makanan (kita mengenalinya sebagai bersendawa - glegekan kata orang jawa). Metana adalah gas dengan emisi rumah kaca yang 23 kali lebih buruk dari CO2. Dan miliaran hewan-hewan ternak di seluruh dunia setiap harinya melakukan proses ini yang pada akhirnya menjadi polutan gas rumah kaca yang signifikan. Tidak kurang dari 100 milliar ton metana dihasilkan sektor peternakan setiap tahunnya!
Limbah berupa kotoran ternak mengandung senyawa NO (Nitrogen Oksida) yang notabene 300 kali lebih berbahaya dibandingkan CO2. Pertanyaannya adalah: Memangnya seberapa banyak kotoran ternak yang ada? Di Amerika Serikat saja, hewan ternak menghasilkan tidak kurang dari 39,5 ton kotoran per detik! Bayangkan berapa banyak jumlah tersebut di seluruh dunia! Jumlah yang luar biasa besar itu membuat sebagian besar kotoran tidak dapat di proses lebih lanjut menjadi pupuk atau hal-hal berguna lainnya, akhirnya yang dilakukan oleh pelaku industri peternakan modern adalah membuangnya ke sungai atau ke tempat-tempat lain yang akhirnya meracuni tanah dan sumber-sumber air. Kontribusi gas NO dari sektor peternakan sangatlah signifikan!

Metana dan Nitro Oksida yang berasal Dari sistem pencernaan dan kotoran hewan menghasilkan emisi gas rumah kaca lebih hebat dari semua mobil,kereta api, dan pesawat digabungkan.



Lakukanlah sesuatu! JADILAH VEGETARIAN! Inilah hal yang TERBAIK yang bisa Anda lakukan bila Anda ingin menyumbangkan sesuatu bagi usaha dunia mengerem pemanasan global, disamping dari segala penghematan listrik dan energi yang Anda lakukan.



Penelitian Universitas Chicago telah menunjukkan bahwa seorang vegetarian dapat mengurangi emisi karbon hingga 1,5 ton setiap tahunnya! Jumlah ini bahkan lebih banyak dari mengganti mobil Anda dengan Toyota Prius yang hanya menghemat 1 ton emisi karbon setiap tahunnya. Beberapa media massa luar negeri bahkan menyebut "Vegetarian is the new Prius! "



Berubah menjadi vegetarian tidak membutuhkan biaya apa-apa, bahkan menghemat anggaran belanja Anda. Bandingkan dengan membeli mobil ramah lingkungan yang harganya sangat mahal dan hanya bisa dijangkau oleh orang-orang berduit. Janganlah berpikir bahwa Anda sendirian tidak akan dapat membuat perbedaan karena masih banyak orang di luar sana yang masih melakukannya. Jadilah contoh bagi mereka. Informasi dan contoh nyata dari satu orang dapat menginspirasi ratusan bahkan ribuan orang lainnya. Ini bukanlah candaan ataupun pujian yang dibuat-buat: Tetapi Andalah calon-calon penyelamat dunia ini dengan pilihan dan tindakan Anda yang akan menginspirasi orang-orang lainnya. Seribu orang yang beralih ke pola makan vegetarian sama dengan pengurangan 1.500 ton emisi karbon per tahun. Bila 10% saja dari penduduk Indonesia bervegetarian, kita telah mengurangi sedikitnya 30 juta ton emisi karbon per tahun! Suatu angka penghematan yang sangat fantastis!



Alasan bervegetarian saat ini bukan lagi hanya karena Anda sok baik/peduli pada nasib hewan. Bukan hanya karena Anda sok suci/spiritual. Bukan juga hanya karena Anda peduli pada kesehatan Anda, tetapi lebih dari itu: Anda ingin hidup lebih lama di planet ini dan Anda ingin mewariskan masa depan yang layak bagi Anak cucu Anda kelak! Entah apa yang akan dipikirkan oleh anak cucu kita ketika mereka tahu bahwa masa suram yang mereka jalani di masa depan adalah buah dari ketidakpedulian orang tua mereka.



Berubahlah! apalah artinya mengganti sepotong empal dengan sepotong tahu, bila hal ini berhubungan langsung dengan keselamatan Anda, dan juga masa depan anak cucu Anda. Sesederhana itu untuk menyelamatkan dunia: Lepaskanlah daging dari piring makan Anda! Mulai sekarang, ketika Anda merasa cuaca sangat panas, atau ketika Anda melihat berita bencana alam yang mengerikan di TV atau di koran pagi ini, renungkanlah kembali apa yang baru saja Anda makan tadi malam.

Gas Metan Penyebab Efek Rumah Kaca Lebih Berbahaya Daripada Gas CO2

Ketika para pemimpin dunia berusaha mengimplementasikan solusi dalam memerangi perubahan iklim, efeknya terus meningkat dan lebih intensif dengan sering terjadinya badai, banjir, kekeringan, hawa panas, angin ribut, dan yang lainnya.

Informasi terakhir yang paling hangat membuktikan bahwa gas metana mempunyai efek pemanasan 25 kali lebih kuat dalam menyebabkan pemanasan global dibandingkan CO2. Perhitungan ini berdasarkan rata-rata dari efek pemanasan metana selama 100 tahun. Akan tetapi, setelah 1 dekade, gas metana sulit dilacak dan hampir menghilang setelah 20 tahun, dengan demikian secara dramatis akan menghabiskan rata-rata 1 abad untuk mengurangi dampaknya. Dan karena kita tidak mempunyai waktu 100 tahun untuk mengurangi efek gas rumah kaca kita maka perhitungan terbaru menunjukkan bahwa selama periode 20 tahun efek pemanasan metana menjadi 72 kali lebih kuat.

Emisi gas metana berasal dari alam seperti lautan, lapisan es permanen, tanah-tanah yang gembur, serta berasal dari aktivitas manusia. Metana yang dihasilkan akibat aktivitas manusia merupakan salah satu penyumbang metana yang terbesar yang khususnya berasal dari pembakaran tanaman organik (pembakaran tumbuhan untuk membuka lahan dan pemanfaatan lahan) serta industri peternakan. Metana dari sektor industri pertambangan batu bara, kilang minyak, dan kebocoran saluran pipa gas dapat diminimalkan melalui perubahan dan kemajuan teknologi. Akan tetapi metana dari industri peternakan merupakan penyumbang emisi terburuk dan terbesar dari aktivitas manusia. Seperti yang dijelaskan oleh Dr. Kirk Smith, Profesor Kesehatan Lingkungan Global di Universitas Kalifornia, Berkley, “Kita semua terlibat sebagai kontributor, kita semua yang memakan daging dan meminum susu harus mengakui hal ini." Untunglah, mengurangi tingkat gas metana adalah sesuatu yang dapat kita kendalikan sekarang dengan cara mengurangi konsumsi daging dan produk-produk yang terbuat dari susu. Professor Smith memverifikasi kembali dan menyatakan: "Perbaikan yang paling cepat adalah mengurangi konsumsi daging."

Akhir-akhir ini, pemerintah di seluruh dunia lebih fokus dalam kebijakan untuk mengurangi emisi CO2; akan tetapi, informasi terakhir mengenai metana harus membuat pemerintah lebih fokus terhadap kebijakan untuk mengurangi metana. Dr. Smith menambahkan, “Metana merupakan gas kedua dalam efek rumah kaca, akan tetapi gas ini menjadi ancaman yang paling berbahaya." Dia menjelaskannya sebagai gas tersembunyi yang berbahaya; yang bukan hanya menambah efek rumah kaca tetapi juga membuat rusaknya ozon yang dapat merusak kesehatan manusia. Apabila gas metana tingkat tinggi mengurangi kadar oksigen di dalam atmosfer di bawah 19,5% maka akan menyebabkan sesak nafas. Kadar yang bertambah juga dapat menyebabkan kebakaran tingkat tinggi dan ledakan apabila bercampur dengan udara

Pelajaran Bagi Bumi : Pemacuan Efek Rumah Kaca Di Planet Venus

Pada senja hari kita sering melihat sebuah “bintang” terang di langit Barat. Orang menyebutnya itu Bintang Kejora. Bila muncul di timur pada dini hari orang menyebutnya Bintang Timur. Sebenarnya itu bukan bintang, tetapi sebuah planet. Karena sangat terangnya, planet ini sangat mudah dikenali. Sesaat setelah Matahari terbenam, sebelum bintang-bintang lain terlihat, planet itu tampak terang. Semakin malam semakin cemerlang. Bila dilihat dengan teleskop, yang tampak adalah benda terang berbentuk sabit, seperti bulan sabit. Sama seperti bulan sabit, cahaya Venus sabit pun berasal dari cahaya Matahari.

Karena ukuran dan sifatnya yang hampir sama dengan Bumi, planet ini sering disebut saudara kembar Bumi. Namun, saudara Bumi ini jauh lebih panas daripada Bumi. Bukan hanya karena jaraknya ke Matahari lebih dekat daripada Bumi, tetapi juga karena efek rumah kaca (GRK, green house effect). Bumi bisa belajar banyak tentang akibat efek rumah kaca pada saudara kembarnya, Venus.

Efek Rumah Kaca

Global warming (pemanasan global) belakangan ini menjadi topik pembicaraan hangat. Dunia makin menghangat suhunya. Penyebabnya adalah efek rumah kaca. Namun banyak yang salah menafsirkanya. Seolah-olah efek rumah kaca adalah efek pemanasan akibat banyaknya gedung-gedung berkaca di kota-kota besar yang memantulkan cahaya
Matahari ke lingkungan sekitarnya. Tetapi pengertian sebenarnya bukan itu, walaupun tampaknya secara logika efek pemanasan terjadi juga pada lingkungan terbatas di sekitarnya. Efek rumah kaca bersifat global, seluruh tempat di permukaan bumi merasakannya.

Efek rumah kaca adalah efek pemanasan akibat terperangkapnya panas yang tidak dapat dilepaskan ke luar angkasa. Penamaan itu untuk memberikan gambaran prosesnya seperti yang terjadi pada rumah kaca yang biasa digunakan untuk melindungi tanaman (bunga-bungaan atau sayur-sayuran) di daerah pegunungan atau negara bermusim dingin agar tetap hangat. Cahaya Matahari masuk menembus kaca dan menghangatkan tanah dan udara di dalamnya. Namun panas itu tidak bisa ke luar karena terperangkap oleh kaca itu. Makin lama suhu di dalam rumah kaca itu akan makin panas.

Venus kini mengalami efek seperti itu. Bumi juga merasakannya. Bukan kaca yang menyebabkan panas di Venus atau di Bumi itu terperangkap tetapi awan, uap air, dan gas-gas penyerap panas yang disebut “gas rumah kaca” (GRK) seperti CO2 (karbon dioksida), CH4 (metan), CFC (klorofluorkarbon), dan NOx (oksida Nitrogen).

Planet terpanas

Venus letaknya lebih dekat ke Matahari daripada Bumi. Jaraknya ke Matahari sekitar 105 juta km. Sedangkan jarak Bumi dari Matahari sekitar 150 juta km. Karena itu Venus lebih panas daripada Bumi. Tetapi yang menjadikan Venus sangat panas bukan karena jaraknya relatif dekat dengan Matahari. Planet Merkurius yang paling dekat dengan Matahari panasnya hanya sekitar 430 derajat C. Sedangkan Venus panasnya mencapai 460 derajat C.

Carl Sagan dalam desertasi doktornya tahun 1960-an menjelaskan bahwa ada proses efek rumah kaca yang sangat hebat di Venus yang menyebabkan planet ini makin lama makin panas. Hasil pengamatan pesawat antariksa yang dikirim meneliti Venus, Venera dan Pioneer, menunjukkan bahwa atmosfer Venus hampir seluruhnya terdiri dari CO2 (96,5 %). Bandingkan dengan CO2 di atmosfer Bumi yang hanya sekitar 0,05 %. Awan tebal yang selalu menyelimuti Venus berada pada ketinggian 30-60 km dan terdiri dari awan asam sulfat (H2SO4, sejenis dengan air keras pada aki).

Kandungan CO2 yang sangat tinggi menyebabkan hebatnya efek rumah kaca. Cahaya Matahari yang menerobos sela-sela awan tebal kemudian memanaskan permukaan Venus. Panasnya yang dipantulkan lagi tidak bisa ke luar ke angkasa tetapi segera diserap oleh CO2 yang menyebabkan suhu atmosfernya makin panas.

Dari berbagai penelitian disimpulkan bahwa Venus pada awalnya mungkin mempunyai air seperti halnya bumi. Efek rumah kaca akibat kandungan uap air dan CO2 menyebabkan suhu atmosfer Venus makin panas. Akibatnya, uap air makin banyak di udara. Tambahan uap air menyebabkan penyerapan panas lebih banyak lagi sehingga suhunya atmosfer makin panas.

Karena pemanasan yang makin hebat batuan kapur (CaCO3) pun mengalami perubahan menjadi CaO dan melepaskan CO2. Semakin banyak CO2 dan uap air di udara pemanasan oleh efek rumah kaca semakin hebat. Dan seterusnya pemanasan menyebabkan semakin banyak uap air dan CO2. Terjadilah pemacuan efek rumah kaca (runaway greenhouse effect) yang menyebabkan pemanasan makin cepat.

Uap air bereaksi dengan gas SO2 yang mungkin dilepaskan oleh gunung berapi di Venus. Akibatnya terjadilah awan asam sulfat. Sementara itu uap air (H2O) dengan pengaruh sinar ultra violet Matahari akan pecah menjadi atom Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Atom Hidrogen akan lepas ke luar angkasa, kecuali yang bermassa besar yang disebut Deutorium. Sedangkan oksigen bereaksi dengan batuan di permukaan Venus. Karena uap air tidak berproses lagi menjadi awan dan hujan, air di Venus makin hilang.

Pelajaran bagi Bumi

Bumi menerima panas dari Matahari. Tetapi hanya sekitar 45 % yang mencapai permukaan Bumi. Sebanyak 40 % dipantulkan lagi ke angkasa luar oleh awan dan debu-debu di atmosfer atas, terutama debu-debu dari letusan gunung berapi. Dan 15 % lainnya diserap oleh atmosfer. Sinar ultra violet diserap oleh lapisan ozon. Sinar infra merah
terutama diserap oleh uap air dan CO2.

Bumi yang terpanasi kemudian akan memancarkan lagi panas (dalam bentuk sinar infra merah) ke atas. Panas itu sebagian diserap oleh uap air, gas-gas GRK (terutama CO2), dan awan. Sebagian sisanya dilepaskan ke luar angkasa. Awan yang menghangat juga kemudian akan memancarkan lagi panasnya ke bawah. Inilah proses efek rumah kaca yang menyebabkan pada malam hari pun atmosfer Bumi terasa masih cukup hangat. Tanpa efek rumah kaca, panas Matahari tidak tersimpan yang bisa mengakibatkan perubahan suhu yang drastis antara siang dan malam.

Masalahnya bila efek rumah kaca terjadi peningkatan. Bila panas yang diserap oleh uap air dan GRK meningkat, suhu atmosfer akan meningkat. Ini akan mengakibatkan melelehnya gunung es di kutub yang akan menaikkan ketinggian air laut. Kalau itu terjadi, banyak pulau dan daerah pantai yang tenggelam.

Di samping itu, peningkatan efek rumah kaca bisa mengubah iklim secara global. Bukan hanya suhu atmosfer yang meningkat, pola curah hujan pun akan berubah. Karena itu pemantauan dan penelitian tentang efek rumah kaca serta dampaknya pada perubahan iklim kini makin digiatkan. Di Indonesia, LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) Bandung sangat peduli dengan penelitian GRK dan pengaruhnya pada perubahan iklim. Pemantauan GRK dan penelitian model iklim yang dipengaruhinya,
khususnya di Indonesia, merupakan salah satu bagian penelitiannya.

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan suhu di permukaan Bumi selama ribuan tahun sangat dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 dan metan dalam kurun waktu itu. Sementara itu penelitian lain menunjukkan bahwa peningkatan 15% CO2 selama seabad ini telah meningkatkan suhu rata-rata atmosfer di permukaan Bumi sekitar 0,25 – 0,50 derajat C.

Perkembangan industri dan pemakaian kendaraan bermotor memacu peningkatan jumlah CO2 di atmosfer. Penelitian di Mauna Loa, Hawaii, dalam waktu lebih dari 30 tahun menunjukkan bahwa konsentrasi CO2 terus mengingkat dengan laju peningkatan 0,4 persen per tahun. Jika keadaan ini terus berlangsung, pada awal abad 21 mendatang konsentrasi CO2 di atmosfer akan menjadi dua kali lipat dari konsentrasinya sebelum zaman industri.

Di Indonesia peningkatan GRK juga terjadi sebagai hasil dampak perkembangan indistri dan pemakaian kendaraan bermotor. Salah satu hasil pemantauan yang dilakukan LAPAN Bandung sejak 1989 menunjukkan kecenderungan peningkatan konsentrasi CO2 di kota Bandung. baik pada musim kemarau (Juni) maupun musim hujan (Desember). Walaupun pengaruhnya pada peningkatan suhu kota Bandung belum terlihat untuk jangka pendek ini, namun dalam jangka panjang perubahan suhu itu akan terasa. Bandung yang terkenal sejuk, makin lama akan makin panas bila efek rumah kaca terus meningkat (Catatan: tulisan ini dibuat 1996, saat ini data satelit yang dianalisis peneliti LAPAN menunjukkan ada efek “urban heat island”, yaitu efek pemanasan kota di Bandung).

Dari berbagai skenario perubahan iklim yang mungkin terjadi akibat pelepasan GRK oleh aktivitas manusia, disimpulkan bahwa suhu global pada abad mendatang akan naik sekitar 0,1 – 0,3 derajat per dekade. Suhu di negara-negara industri di Eropa dan Amerika Utara mungkin akan meningkat lebih tinggi dari rata-rata itu yang diikuti dengan penurunan curah hujan dan tanah relatif lebih kering.

Untuk Indonesia, termasuk juga daerah tropik dan negara-negara di belahan Bumi selatan, belum banyak diketahui skenario perubahannya. Peneliti-peneliti di LAPAN Bandung, dengan menggunakan model iklim yang ada dan yang akan dikembangkan, berusaha mengetahui scenario perubahan iklim di Indonesia akibat peningkatan efek rumah kaca dan faktor-faktor lainnya. Pengaruh variabilitas Matahari pada perubahan iklim merupakan faktor lain yang turut diperhitungkan.

Peningkatan suhu global pada abad 21 mendatang, diperkirakan akan meningkatkan tinggi pemukaan air laut sekitar 6 cm per dekade, terutama akibat pengembangan air laut dan pencairan lapisan es di kutub. Menjelang tahun 2030 tinggi air laut rata-rata dunia meningkat sekitar 20 cm dibandingkan saat ini. Di beberapa wilayah mungkin lebih dari itu dan di wilayah lain mungkin kurang dari itu. Namun itu cukup mengkhawatirkan. Dalam jangka panjang beberapa pulau akan hilang dan laut menggenangi daerah pinggiran pantai.

Hal yang dikhawatirkan adalah terjadinya pemacuan efek rumah kaca di Bumi. Kenaikan suhu atmosfer bukan hanya menaikkan ketinggian air laut, tetapi juga menyebabkan makin cepatnya penguapan dan kekeringan. Uap air di atmosfer merupakan penyerap panas yang baik seperti GRK lainnya. Bila itu ditambah dengan pelepasan CO2 yang tak terkendali dari kendaraan bermotor, industri, dan kebakaran hutan, efek rumah kaca akan dipacu makin cepat. Akibatnya, suhu akan makin cepat meningkat.

Belajar pada Venus, saudara kembar Bumi, pemacuan efek rumah kaca berdampak sangat hebat. Dengan pemacuan efek rumah kaca, bukan tidak mungkin Bumi kita bisa menjadi seperti Venus.

Efek Rumah Kaca Karbon Ancam Laut

Polusi gas dari efek rumah kaca dalam jumlah besar sangat berpengaruh mengubah kandungan kimia di laut. Selain itu, emisi gas karbon juga menjadi ancaman ekosistem dalam kehidupan di laut.

POLUSI gas dari efek rumah kaca dalam jumlah besar mengubah kandungan kimia di laut. Jika tidak ada tindakan penanganan, ilmuwan memprediksikan populasi kerang akan rusak, begitu pula dengan area yang mengandalkan kerang sebagai sumber pendapatan.

Penelitian terbaru dari Woods Hole Oceanography Institution di Massachusetts mengatakan bahwa keasaman laut menjadi masalah yang serius. "Dalam 10 sampai 30 tahun ke depan, banyak negara yang akan terkena imbasnya, apalagi negara yang bergantung pada peternakan kerang, tiram, dan remis," ungkap Ilmuwan senior, Jadde Savitz, seperti yang kutip narionalgcographic. co.id, Senin (18/7).

Savitz dan organisasinya, Oceana, mendesak agar dukungan untuk sektor energi bersih lebih banyak. Perubahan tingkat keasaman laut sudah terajadi sejak revolusi Industri yang menyebabkan air laut menyerap terlalu banyak karbon dioksida dari pembakaran fosil. Penelitian menyatakan, hewan laut, seperti moluska dan karang, merupakan spesies paling terancam.

Selain itu, kehidupan laut Juga terancam oleh emisi karbon. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh dua peneliti asal Inggris dan Australia yang menemukan banyaknya material organik terkubur dalam lapisan sedimen tak beroksigen yang berasal dari 85 juta tahun yang lalu.

Menggunakan sampel material yang digali dari dasar samudra di kawasan barat

Afrika, kedua peneliti mempelajari lapisan sedimen dari periode Late Cretaceous (85 juta tahun lalu) selama jangka waktu 400.000 tahun. Hasilnya, mereka mendapati bahwa banyak material organik (kehidupan laut) terkubur di dalam lapisan sedimen tak beroksigen.

"Penelitian kami membuktikan adanya kematian massal di samudra ketika bumi menjalani proses efek rumah kaca dengan tingginya karbon dioksida di atmosfer dan kenaikan temperatur yang menyebabkan anjloknya oksigen yang dibutuhkan para hewan di air," kata Kennedy, salah seorang peneliti.

Kennedy menyebutkan, jumlah karbondioksida di atmosfer yang berlipat ganda dalam 50 tahun ke depan akan menjadi hantaman telak bagi ekosistem laut. Pasalnya, efek rumah kaca bisa menghadirkan hal serupa. Saat Ini, dead zone, kawasan dengan jumlah oksigen sangat minimal sehingga nyaris tidak mungkin menopang kehidupan, sudah semakin meluas di sejumlah lokasi dan samudra di seluruh dunia.

Luas total zona minim oksigen di lautan melebihi 2-10.000 kilometer persegi. Area tersebut tersebar di beberapa negara. Banyak kawasan perairan yang kekurangan oksigen, peningkatan karbon dioksida, temperatur, polusi dari limbah pertanian, serta faktor pemicu lain.

Gas yang 20 Kali Lebih Kuat Sebabkan Efek Rumah Kaca Ditemukan di Laut Artik

Gumpalan gas metana ditemukan di permukaan samudra Artik. Ilmuwan Rusia menemukan ratusan gumpalan dengan ukuran hingga 1000 meter. Peneliti dari Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, Igor Semiletov dibuat terheran-heran dengan adanya temuan ini.

"Kami pernah menemukan gumpalan seperti ini, tapi hanya berukuran puluhan meter saja. ” ujar Semiletov yang sudah meneliti hampir 20 tahun. Gas metana merupakan gas yang memiliki efek rumah kaca 20 kali lipat lebih berbahaya dibandingkan karbon dioksida.

Di musim panas, kapal Akademisi Rusia Lavrentiev melakukan survei regional dengan luas lokasi sekitar 10.000 mil persegi. Berbekal peralatan canggih, mereka memantau gumpalan gelembung metana naik ke permukaan dari dasar laut. Mereka melakukan penelitian lebih dari 150 titik stasioner dan menemukan adanya gumpalan gas tersebut.

Para ilmuwan memperkirakan bahwa ada ratusan juta ton gas metana terkunci di bawah lapisan es Kutub Utara. Gas beracun itu terbentang dari daratan Rusia hingga Siberia Timur. Salah satu ketakutan terbesar adalah bahwa dengan hilangnya es di Kutub Utara ketika musim panas, dan meningkatnya suhu bumi, menyebabkan gas yang terperangkap ini tiba-tiba masuk ke atmosfer. Jika sampai gas itu masuk atmosfer akan sangat membahayakan terhadap perubahan iklim global. Diperkirakan, gumpalan gas metana ini memiliki konsentrasi 100 kali lipat dibandingkan metana biasa.

Pertamina Geothermal Energy Komit Kurangi Gas Efek Rumah Kaca

Anak Perusahaan PT Pertamina (Persero), PT Pertamina Geothermal Energy menandatangani Emission Reduction Purchase Agreement (ERPA) dengan South Pole Assets Management Ltd.

Seperti dikutip dari keterangan tertulis perseroan di Jakarta, Jumat (18/3/2011), Emission Reduction merupakan salah satu bukti komitmen Pertamina dalam mengurangi gas yang menyebabkan efek rumah kaca di Indonesia. Pertamina telah menjalankan mekanisme yang besih baik di sektor hulu maupun hilir dan melaporkan pengurangan emisi setiap tahun kepada Kementerian Lingkungan Hidup.

ERPA ini meliputi Lapangan Ulubelu Unit 3 dan 4 dan Lumut Balai Unit 1 dan 2 yang perkiraan emission reduction untuk setiap tahunnya mencapai 1.090.480 t CO2.

Usaha-usaha pengurangan emisi yang telah dilakukan di antaranya adalah penggunaan musicool sebagai refrigerant, transfer pengunaan solar menjadi gas pada combustion unit, meningkatkan nilai keekonomian flaring gas sehingga dapat dijual menjadi energi, penggunaan gas dengan membangun LPG plant dan terutama adalah pengembangan geothermal sebagai sumber energi yang bersih.

Proyek ERPA Lahendong Unit 5 dan 6 telah memasuki tahap final dan direncanakan akan ditandatangani beberapa bulan ke depan. Lahendong Unit 5 dan 6 Package diperkirakan akan mengurangi emisi 163.987 tCO2 per tahun.

Selain itu, Pertamina Geothermal Energy juga akan melaksanakan clean development mechanism (CDM) yang sama di Karaha Unit 1, Lumut Balai Unit 3 & 4 and Kamojang Unit 5 yang perkiraan pengurangan emisinya mencapai 970.000 tCO2 tahun

Kota besar sumbang 70% efek rumah kaca

70% emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim di dunia merupakan kontribusi kota-kota besar yang dihasilkan melalui asap pabrik, produksi, dan kendaraan; penggunaan sumber daya air dan energi yang berlebihan; hingga padatnya pemukiman di perkotaan

Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengatakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di kota besar perlu dilakukan perencanaan tata guna lahan dan ruang terbuka hijau yang tepat.

“Itu (perencanaan tata kota) perlu dilakukan sebagai bentuk komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan guna meminimalisir perubahan iklim yang kini menjadi tantangan dalam pembangunan pada abad ke 21 ini,” ujarnya, akhir pekan lalu.

Kementerian Pekerjaan Umum, tambahnya, telah berkomitmen mewujudkan pengembangan kota hijau salah satunya dengan memasukan aturan-aturan terkait tata cara pembangunan ramah lingkungan dan ruang terbuka dalam peraturan tentang pembangunan gedung dan rencana tata ruang dan tata kota

“Itu (aturan tentang bangunan ramah lingkungan) akan kita cantumkan dalam UU Bangunan Gedung dan akan dikirim ke daerah-daerah agar dalam membangun di kota mereka menggunakan refrensi dari aturan tersebut.”

Menurut Menteri, konsep pembangunan ramah lingkungan sangat penting diterapkan karena akan berujung pada penerapan green city yang mendukung gerakan pembangunan berkelanjutan guna mengatasi krisis perubahan iklim.

“Kita harus mampu membuat kota menjadi harmonis, bagaimana mendesain pemukiman perkotaan yang lebih baik, better city better life.”

Sekjen Kementerian Pekerjaan Umum Agoes Widjanarko mengatakan Indonesia sebetulnya telah melaksanakan proses perencanaan perkotaan untuk mewujudkan green city. Hal tersebut tertuang dalam UU No 26 Tahun 207 tentang Penataan Ruang dimana setiap kota harus memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 30%.

Namun memang, tambahnya, untuk mewujudkan hal tersebut secara konsisten dibutuhkan kerja sama dan kontribusi dari masyarakat dan seluruh stake holder menanam pohon secara teratur sebagai resapan air. Selain itu juga tidak membuang sampah sembarangan sehingga permukiman perkotaan akan menjadi lebih nyaman dan layak huni.

Sebagai upaya untuk mendorong para pemangku kepentingan perkotaan untuk berkolaborasi mewujudkan kota hijau, Ditjen Penataan Ruang Kementerian PU melakukan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH). Hal tersebut merupakan bagian dari peringatan Hari Tata Ruang 2011 yang akan diselenggaran pada September hingga November.

Dalam program itu, 50 kabupaten/kota akan mendeklarasikan keikutsertaannya dalam menyusun local action plan yang akan dilanjutkan dengan komitmen bersama dalam menggarap Rencana Aksi Kota Hijau (RAKH) yang baik demi mewujudkan kota hijau.

Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia 3,6 Juta Metrik Ton

Emisi gas rumah kaca Indonesia diperkirakan akan tumbuh 2% per tahun dan mencapai 2.80 miliar ton CO2 ekuivalen (CO2e) pada 2020 dan 3.60 milar ton CO2 ekuivalen (CO2e) pada 2030.

Saat ini Indonesia merupakan penghasil emisi gas rumah jaca terbesar ketiga di dunia.

Vidhi Yaduvanshi, Consultant Environment & Building Technologies Frost & Sullivan Asia Pacific mengatakan, sumber utama dari kenaikan emisi GRK tersebut berasal dari pembangkit listrik, transportasi, dan lahan gambut.

“Deforestasi lahan gambut maupun lahan non-gambut menyumbang 80 persen dari emisi GRK di Indonesia,” kata Vidhi di Jakarta, 23 Desember 2011. “Sektor energi merupakan penyumbang emisi CO2 kedua di 2011, terutama sektor industri, pembangkit listrik dan transportasi," ucapnya.

Vidhi menyebutkan, peningkatan industrialisasi juga menyebabkan naiknya konsumsi energi primer terkait penggunaan bahan bakar fosil yang menjadi sumber utama pasokan energi. Dan penggunaan ini telah membawa dampak negatif bagi lingkungan.

Eugene van de Weerd, Country Director Frost & Sullivan Indonesia mengungkapkan, pencemaran udara di kota-kota Indonesia diperparah oleh emisi gas buang, penggunaan bahan bakar berkualitas rendah pada kendaraan bermotor, serta lemahnya penegakan hukum.

“Terlebih lagi, bahan bakar subsidi telah mendorong para pengguna kendaraan bermotor untuk lebih memilih bahan bakar minyak bersubsidi daripada bahan bakar yang “lebih bersih” seperti BBG,” kata Weerd.

Meski pemerintah telah mengambil berbagai langkah penurunan emisi GRK, Weerd menyebutkan, langkah penting berikutnya untuk membuat kemajuan nyata dalam upaya mencapai target penurunan emisi adalah membangun komitmen untuk mengembangkan teknologi rendah emisi dan implementasi proyek-proyek penurunan emisi GRK.


“Pemerintah Indonesia harus menerapkan kebijakan yang transparan dan konkrit sebagai upaya untuk mengurangi penggundulan dan degradasi hutan sehingga manfaat keragaman hayati, layanan ekosistem, dan masyarakat setempat dapat terjaga melalui keterlibatan para stakeholder,” sebut Eugene.

Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia pada 2009 lalu memutuskan untuk menetapkan target penurunan emisi karbon sebesar 26.0 persen pada 2020. Penurunan emisi karbon tersebut diharapkan dapat dicapai melalui penggunaan energi campuran dan terbarukan, termasuk energi panas bumi (geothermal), alih fungsi hutan (LULUCF/Land Use, Land Use Change and Forestry) dan manajemen penggunaan lahan gambut.

Di 2010, pemerintah juga telah mengalokasikan dana sebesar US$212.70 juta setiap tahun untuk mendanai program reforestasi Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) yang diusulkan oleh PBB. Kemungkinan, Indonesia akan meningkatkan alokasi dana tersebut menjadi $220.0 juta pada 2012.

Pemerintah Indonesia juga memfokuskan perhatiannya pada peluncuran program pembangunan pembangkit tenaga listrik 10.000 MW yang menggunakan energi terbarukan terutama energi panas bumi, pada 2014. Hal ini juga merupakan upaya diversifikasi energi campuran dan antisipasi dampak ketidakstabilan harga bahan bakar fosil.

Senin, 19 Desember 2011

Cara Membuat widget Alexa Pada Blog

1. Cara pertama adalah ketik di addreas bar www.alexa.com/siteowners. Ini sebagai jalan pintas menuju tempat pembuatan widget alexa. Kalau tidak, seperti ini: www.alexa.com -> kemudian klik site owners disebelah atas situs alexa.

2. Nah, tampilannya akan seperti ini:
tips memasang widget alexa
Klik "GET TRAFFIC WIDGETS" dari seperti yang terlihat diatas.

3. Kemudian akan tampil gambar seperti ini:
membuat widget alexa di blog

Kemudian ketik link blog anda di kotak yang berada dibawah "Alexa Traffic Rank Button". Di form yang ada kotak.

4. Kemudian, klik "Build Widget"

5. Selanjutnya, anda tinggal copy html widget alexa dan kemudian paste-kan di elemen blog anda.
kode html widget alexa di blog

6. Selesa

Cara Membuat Recent Post Berjalan

1. Login dulu ke Akun Blogspot anda

2. Lalu pada halaman Dasbord Pilih dan Klik Rancangan


3. Setelah terbuka Laman rancangan Klik Tambah Gadget


4. Lalu pilih Widget HTML/JavaScript


5. Copy script berikut :





6. Terakhir klik SAVE

Cara Membuat Daftar isi Pada Blog

Langkah Pertama

Login Ke Acount Blogger Kamu

Lalu Pilih Tata Letak

Klik Page Element

Klik Add Gadget

Klik plus button (+) for HTML/JavaScript.

Copy and paste kode dibawah ini




Read more: Cara Membuat Daftar Isi Pada Blog http://ojelhtc.blogspot.com/2011/12/cara-membuat-daftar-isi-blog.html#ixzz1gz2WPiFc
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial Share Alike

DAFTAR ISI


Minggu, 11 Desember 2011

Dampak Efek rumah kaca terhadap perubahan pola tanam

Pemanasan Global mempengaruhi perubahan iklim yang mempunyai dampak kurang baik terhadap pertanian di Indonesia, a.l. mempengaruhi Pola Tanam. Dengan kenaikan permukaan laut, akan berpengaruh terhadap varietas tanaman. Ada varietas yang tahan dan ada yang tidak tahan terhadap garam, demikian disampaikan Prof. Dr. Ir. Irsal Las, Ka. Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian, Dep. Pertanian yang didampingi Drs. Suroso Hadianto, Kepala Pusat Sistem Data dan Informasi Klimatologi dan Kwalitas Udara, BMKG, pada talkshow Iptek Talk di TVRI, Rabu, 31 Desember 2008, pkl. 17.00 – 17.30 WIB dengan topik “Dampak Pemanasan Global dan Perubahan Pola Tanam”.
Menurut Drs. Suroso, pemanasan global merupakan dampak dari gas rumah kaca yang mengakibatkan menghangatnya permukaan bumi sehingga bumi memanas. Pemanasan global ini mengubah unsur-unsur iklim sehingga iklim dunia juga berubah. Temperatur rata-rata Indonesia juga mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Suroso menjelaskan, Indonesia memiliki variasi pola iklim; ada pola ekuatorial, pola monsun dan pola lokal. Untuk keseluruhan jumlah pola iklim, Indonesia memiliki 273 pola dengan keterangan 200 pola termasuk ke dalam pola monsun dan 73 sisanya termasuk ke dalam pola ekuatorial dan pola lokal.
Prof. Irsal Las, mengatakan bahwa pertanian merupakan salah satu korban dari pemanasan global karena berpengaruh pada pola tanam. Perubahan iklim dunia juga mengakibatkan perubahan musim di Indonesia yang merupakan ancaman serius terhadap produktifitas pertanian. Salah satu cara yang dilakukan sektor pertanian untuk mengurangi pemanasan global adalah mengosongkan lahan dengan tidak membakarnya.

Dampak Perubahan Iklim: Banjir yang Merusak

Banjir terjadi ketika sejumlah besar air, seluruhnya atau sebagian menggenangi permukaan tanah melalui peristiwa seperti curah hujan berlebihan, badai, tsunami, gelombang badai, mencairnya lembaran es dan gletser, dan sebagainya. 
Mengalami banjir serius dapat menjadi pengalaman yang benar-benar menakutkan, karena kondisi yang selalu berubah dan tidak pasti. Apakah aman berkendaraan melalui jalan banjir? Dapatkah seseorang berjalan melewati air tinggi dan tidak menemukan benda tajam berbahaya atau lebih buruk, kehilangan pijakan dan dihanyutkan oleh arus cepat? Apakah orang dapat bertahan hidup tanpa akses terhadap air bersih dan makanan? 
Dalam berbagai laporannya, Panel Antarpemerintah Urusan Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (IPCC) telah mengamati bahwa di seluruh dunia telah terjadi peningkatan penyebaran peristiwa hujan deras, bahkan di tempat di mana total jumlah hujan yang diterima setiap tahun mengalami penurunan. Ilmuwan terkemuka dimana-mana menunjuk pemanasan global sebagai alasan fenomena mengkhawatirkan ini. 
Para peneliti perubahan iklim telah menemukan bahwa peternakan sangat bertanggung jawab atas pemanasan dari planet kita. Kegiatan berbahaya ini melepaskan sejumlah besar gas rumah kaca mematikan dan industri itu juga penyebab utama mayoritas penebangan hutan dunia ini dan degradasi tanah. Perubahan terhadap atmosfer planet dan permukaan tanah dari peternakan telah mendatangkan kekacauan pada interaksi alam antara ekosistem dan siklus hidrologis.
Model iklim yang dikutip dari laporan Panel Antarpemerintah Perubahan Iklim memproyeksikan bahwa tindakan merugikan manusia seperti pabrik peternakan yang meningkatkan jumlah gas rumah kaca di udara akan menjadi tren yang meningkat terus-menerus dan dalam sejumlah peristiwa cuaca yang keras di banyak bagian dunia, termasuk yang ditandai oleh presipitasi berat yang berlebihan.
Naiknya permukaan air laut disebabkan oleh perubahan iklim dan telah memperburuk efek lonjakan badai dan cuaca ekstrem lainnya yang sama di wilayah pesisir dengan meningkatkan peluang dimana sebuah banjir akan terjadi. Terlebih lagi, dalam 30 tahun terakhir lebih dari 2,8 miliar orang terkena dampak banjir di seluruh dunia, dengan lebih dari 95% dari mereka berada di Asia.
Tahun lalu bencana-bencana hidrologi adalah jenis bencana alam yang paling sering meliputi dunia, lebih dari 53% dari semua kejadian secara global. Dari 180 bencana hidrologi yang dilaporkan di seluruh dunia, 149 adalah banjir dan 31 adalah gerakan massa basah seperti tanah longsor, dengan lebih dari 57,3 juta korban. Dibandingkan tahun 2008, jumlah orang yang terpengaruh meningkat sebesar 27,4%. Benua dengan kejadian banjir terbesar pada tahun 2009 adalah Asia.
Suara 1: hujan lebat luar biasa menghantam tujuh kota dan bagian lainnya. Dari Hunan di China terkena banjir, yang mempengaruhi 1,3 juta orang. Topan Morakot melanda Formosa (Taiwan) pada tanggal 7 dan 8 Agustus 2009 memicu banjir parah dan tanah longsor
ASIA
Dari 11 sampai 17 Juli 2009, hujan lebat yang tidak biasa melanda provinsi Sichuan dan Hunan serta Kota Chongqing di China, memicu banjir dan tanah longsor menakutkan. Hampir dua juta orang menjadi korban, dan setidaknya 17 tewas. Pada 25 Juli 2009 tujuh kota dan bagian lainnya dari Hunan terkena banjir, mempengaruhi 1,3 juta orang, dengan setidaknya 12 kematian, 3.200 rumah roboh dan 14.000 lainnya rusak.
Topan Morakot melanda Formosa (Taiwan) pada 7 dan 8 Agustus 2009, memicu banjir parah dan tanah longsor. Banyak jalan dan jembatan tersapu, menelantarkan ribuan orang di banyak tempat seperti desa pegunungan terpencil. Setidaknya 121 orang tewas, 45 terluka dan lebih dari 50.000 tentara bekerja untuk selamatkan sekitar 15.000 orang yang terdampar.
Banjir sangat mempengaruhi keluarga, rumah dan mata pencaharian. Meluasnya kerusakan hasil bumi disebabkan oleh banjir dapat memiliki dampak sangat negatif terhadap kemampuan suatu bangsa untuk memberi makan sendiri, dan merusak kesejahteraan sosial dan ekonomi suatu negara.
Pada bulan September 2009, pasang tinggi membanjiri wilayah Delta Mekong di Âu Lạc (Vietnam). Ribuan hektar tanaman sayuran tergenang dalam air asin di Provinsi Ca Mau, Kien Giang, dan An Giang bersama dengan bangunan yang kebanjiran di Can Tho, kota terbesar di wilayah itu. Tanah longsor juga terjadi di banyak bagian di garis pantai timur Cà Mau serta bendungan sepanjang 40 meter di Provinsi An Giang, dengan pohon tersapu bersih oleh gelombang tinggi. Kerugian yang ditanggung oleh wilayah itu tahun 2008 akibat perubahan iklim adalah 100 kematian lebih dan kerusakan 30.000 hektar lebih tanaman padi.
Hujan deras yang tak henti-henti telah memicu banjir dari tanggal 19 Agustus hingga 21 Agustus 2009 yang melanda ratusan desa di Distrik Jhapa, Nepal timur. Delapan orang meninggal dan lebih dari 6.000 keluarga mengungsi dengan ratusan rumah rusak atau terhanyut serta lebih dari 1.000 hektar pertanian rusak.
Hujan yang tak biasa di awal September 2009 memicu banjir di provinsi timur Afghanistan, Laghman dan Nangarhar. Setidaknya 15 tewas dan beberapa ratus rumah, lahan pertanian dan pohon buahan mengalami kerusakan.
Sejumlah penampungan sementara di Mogadishu, ibukota Somalia dan di sekitarnya tersapu banjir pada akhir Oktober 2009 setelah dua hari hujan deras mengakibatkan banjir dadakan. Ribuan orang yang mengungsi karena perang sipil telah kehilangan segalanya dan tanpa makanan.
Sekitar 6.000 keluarga, atau 36.000 orang di kota pantai selatan Kismayo juga menghadapi kondisi yang sama, yang membuat mereka rentan terhadap nyamuk dan hujan. Jalan-jalan menjadi tak dapat dilalui karena air tinggi. Empat stasiun kereta bawah tanah juga tak bisa beroperasi karena banjir. Penutupan jalan tol dan layanan kereta api.
Pada akhir Desember 2009, Lebanon berjuang menghadapi banjir dan gangguan. Hujan lebat dan angin kencang menyebabkan banjir secara luas di seluruh Libanon, terutama di wilayah Beirut dan Gunung Libanon. Kemacetan parah lalu lintas terjadi karena jalan-jalan tak dapat dilewati karena genangan air yang tinggi atau tanah longsor. Sebagian sekolah juga dikosongkan ketika air memasuki gedung. Kementerian pemerintah dan lembaga lain bekerja sama dengan semangat untuk memberikan bantuan kepada yang kena dampak.
Hujan sangat deras pada September 2009 sebabkan dua orang meninggal di Meksiko City,ibu kota Meksiko ketika curah hujan tinggi membanjiri 20 lingkungan dan para pejabat kota mengungsikan 1.500 orang dari rumah mereka. Empat stasiun kereta bawah tanah juga menjadi tidak bisa beroperasi karena banjir, dan mobil di beberapa jalan didapati terapung di air yang sampai kedalaman hingga satu setengah meter.
Banjir mengejutkan penduduk Australia di pertengahan Januari 2010. Di daerah tengah yang biasanya kering, hujan lebat menyebabkan tamu hotel terjebak serta penutupan jalan raya dan layanan kereta api. Keluarga beranggota 5 orang ditemukan dan diselamatkan dengan helikopter beberapa hari setelah mereka berusaha mengemudi melalui air bah.
Banjir besar yang merusak dapat berarti penyebaran cepat penyakit yang dibawa air. Di wilayah tropis dan sub-tropis di seluruh dunia, demam berdarah mengancam kehidupan korban banjir. Hal ini ditularkan oleh nyamuk yang mereproduksi cepat pada genangan air. Demam berdarah ditandai dengan demam tinggi, muntah, ruam, mual, dan gejala serius lainnya dan belum ada pengobatan yang diketahui. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa setiap tahun 50 juta orang terinfeksi di seluruh dunia. Malaria, penyakit lain yang ditularkan oleh nyamuk, juga menjadi perhatian serius setelah banjir. Satu juta anak-anak di Afrika meninggal pada tahun 2008 karena penyakit ini. Selain itu, diare yang dapat fatal bagi anak-anak sangat muda, bisa terjadi jika pasokan air menjadi terkontaminasi oleh air banjir.
TIMUR TENGAH
Pada hari Rabu, 25 November 2009, sebagian dari hujan paling buruk tahun ini menyebabkan banjir di kota pelabuhan barat, Jeddah, Arab Saudi di Laut Merah. Sedikitnya 48 orang meninggal dan 900 harus diselamatkan karena terjebak saat bangunan dan mobil terendam di dalam air bah sedalam beberapa meter. Hujan lebat juga menghantam kota suci Mekkah, di mana sekitar 2 juta peziarah Muslim sedang ziarah haji tahunan pada saat itu. Lebih dari 70 korban banjir terserang virus flu babi, dengan empat orang menyerah terhadap penyakit itu.
Pada bulan Oktober 2009, Kenya dilanda oleh banjir yang tak diharapkan karena hujan lebat El Nino, menyebabkan sedikitnya dua orang meninggal dan 500 keluarga kehilangan rumah di Distrik tepi pantai Magarini karena rusaknya rumah dan ladang pertanian yang luas. Setelah bencana itu, penduduk yang kena dampak Jillo Galgalo berkata, "Kebanyakan lubang kakus telah tersapu bersih karena tidak ada yang mengira banjir terjadi sesegera ini. Kami sangat membutuhkan air bersih karena kebanyakan titik air sekarang dipenuhi dengan semua jenis limbah, termasuk kotoran manusia dan kotoran sapi."
Kenyataan memilukan lain adalah bahwa hewan, manusia, juga menjadi korban hujan dan banjir yang tak henti-hentinya. Sahabat hewan mungkin tertinggal di rumah tanpa makanan atau air dalam evakuasi terburu-buru. Jika tak ada tempat lebih tinggi, hewan yang hidup di ladang seperti kuda mungkin tak punya tempat untuk pergi saat air banjir meningkat.
"Hujan lebat musim hujan ... menyebabkan orang dan hewan binasa " "memaksa puluhan satwa yang sudah langka, mundur ke bukit terdekat demi keselamatan." Setidaknya 10 orang dan empat teman anjing kehilangan nyawa mereka"
Hujan berat musim hujan yang dimulai pada awal Juli 2009 memicu banjir di Distrik Barpeta, Assam, India, menyebabkan manusia dan hewan binasa, dengan lebih dari setengah juta penduduk desa kena dampak dengan kehilangan rumah bambu mereka.
Pada tanggal 21 September, negara bagian Georgia, AS tenggara dilanda hujan deras yang menyebabkan sungai-sungai meluap. Sedikitnya 10 orang dan empat anjing peliharaan meninggal ketika metro Atlanta dan daerah sekelilingnya tergenang air, memaksa ratusan orang mengungsi. Komisaris Georgia Insurance John Oxendine memperkirakan US$500 juta kerugian yang timbul di wilayah itu dan lebih dari 20.000 rumah dan bangunan rusak berat.
Banjir yang telah kami ikhtisarkan saat ini hanya sebagian kecil dari peristiwa yang disebabkan oleh perubahan iklim yang terjadi baru-baru ini. Meskipun upaya peramalan banjir untuk mencegah hilangnya nyawa dan harta benda menjadi lebih disempurnakan,dan meskipun bala bantuan darurat memberi yang terbaik dari mereka untuk menjaga komunitas mereka, cara terbaik sesungguhnya untuk selamatkan nyawa berharga dari bencana alam masa depan adalah mencegah hal itu pertama kalinya. Langkah kunci untuk semua yang diambil sekarang adalah penerapan pola makan vegan organik yang sadar-ekologi akan secara dramatis mengurangi emisi gas rumah kaca, mengakhiri deforestasi, memulihkan habitat dan dengan cepat mengakhiri perubahan iklim. Pola cuaca planet kita akan stabil kembali dan banjir tidak akan lagi menjadi kekhawatiran.
Di sepanjang tahun 2010, banjir menyebabkan penderitaan mendalam pada manusia dan hewan, termasuk kerusakan parah bangunan, pertanian dan lingkungan. Selama periode ini, China telah menjadi negara yang paling parah terkena dampak banjir di dunia.
yang mendesak ribuan orang untuk mengungsi, menyebabkan rusaknya rumah lebih dari 900.000 penduduk, 2.55 juta penduduk telah terkena dampaknya.
CHINA APRIL 2010
Banjir yang terjadi pada hari Jumat, 17 April, di Kabupaten Alakak, barat laut Kota Altay, mempengaruhi lebih dari 500 rumah, memblokir jalan-jalan dan merusak harta. Di tenggara provinsi Jiangxi, musim hujan tiba setengah bulan lebih awal, yang memaksa ratusan orang mengungsi saat hujan sangat lebat membasahi 45 kabupaten. Provinsi Hunan China Tengah, diguyur hujan dengan curah hujan rata-rata 112 milimeter, selama seminggu dimulai pada 17 April, menyebabkan Sungai Xiang meninggi enam meter, dengan hampir 300 tanggul jebol yang dilaporkan. Pejabat mengatakan bahwa banjir yang ditimbulkan menewaskan satu orang akibat longsor dan menyebabkan kerugian properti bagi 900.000 orang lebih ketika air menyapu seluruh 27 kabupaten dan merobohkan sedikitnya 4.600 rumah serta merendam hampir 40.000 hektar tanah pertanian.
MEI 2010
Dimulai pada malam hari tanggal 5 Mei, hujan deras, hujan es, angin kencang, dan tornado langka dengan kecepatan angin hingga 112 km/jam berdampak terhadap Provinsi Sichuan, Chongqing, Guizhou, Jiangxi, Guangdong, dan Hunan. Badai-badai ini menyebabkan longsor lumpur-batu dan banjir bandang, mengancam hancurnya bendungan, saat tingkat air di sungai meluap menghancurkan tanggul. Menurut Kantor Pusat Kontrol Banjir Negara dan Bantuan Kekeringan Bantuan Kekeringan 2,55 juta penduduk terkena dampaknya dengan hampir 10.000 rumah rata dan 100.000 hektar tanah pertanian rusak.
Pemerintah pusat mengalokasikan dana sebesar US$4,5 juta untuk membantu usaha pemulihan di Kotapraja Chongqing, di mana dilaporkan 31 kematian. Hujan terus menerus pada tanggal 31 Mei menyebabkan banjir di 27 kabupaten di Wilayah Otonomi Guangxi Zhuang, mengakibatkan longsor Lebih dari 80.000 orang dievakuasi saat ribuan rumah dan hampir 78.000 ha ladang hancur.
JUNI 2010
Pemerintah China melaporkan pada hari Sabtu, 12 Juni, bahwa banjir besar musiman yang tidak normal di seluruh 21 provinsi menewaskan sedikitnya 155 orang, dan 1,3 juta orang tanpa rumah saat 140.000 rumah hancur dan dua juta hektar lahan pertanian terkena dampaknya. Pada hari Jumat, 11 Juni, kerugian ekonomi langsung telah mencapai US$6,5 miliar, jumlah yang hampir empat kali lebih tinggi daripada tahun sebelumnya.
Menurut Kementerian Urusan Sipil China, 199 orang telah meninggal sejak pertengahan Juni akibat hujan dan banjir yang kejam yang menyapu 10 provinsi di bagian selatan serta 123 orang masih hilang sejak hari Selasa, 22 Juni. Cuaca ekstrem ini berdampak pada lebih dari 29 juta orang, 2,37 juta orang mengungsi setelah 195.000 rumah rusak dan 568.000 rusak di provinsi.
Pada akhir Juni, hujan lebat di seluruh China selatan menewaskan ratusan orang, menewaskan ratusan orang. Di Provinsi Jiangxi, sedikitnya 100.000 orang yang tinggal di sepanjang Sungai Fu harus tergantung pada bantuan setelah tanggul Changkai hancur diterjang banjir terburuk dalam seabad di wilayah ini.
Hari Minggu, 15 Agustus, para pemimpin, siswa, pekerja China, dan warganya di luar negeri menghormati 1.248 saudara yang telah kehilangan nyawa serta sekitar 500 orang yang masih hilang karena lumpur longsor dan banjir besar-besaran baru-baru ini di Kabupaten Zhouqu, Provinsi Gansu, China barat laut. Di Beijing, Presiden Hu Jintao memimpin pejabat puncak pemerintah China dalam memberi hormat dalam hati selama tiga menit, sedangkan lebih dari 5.000 penyelamat dan orang desa berdiri di atas runtuhan lumpur longsor di Desa Dongjie di Zhouqu, dan kira-kira 10.000 orang berkumpul di alun-alun kota di Lazhou. Semua aktivitas hiburan juga dihentikan di seluruh negeri sebagai bagian dari peringatan ini. Daerah lain di dunia juga mengalami banjir yang tanpa ampun dan menakutkan di tahun 2010, dengan banyak sekali korban bagi keluarga, rumah, kehidupan, lahan pertanian dan hewan.
KOLUMBIA Mei 2010
Sedikitnya 18 orang tewas dan 87 cedera ketika gelombang hujan lebat menghantam selatan Kolumbia pada akhir bulan Mei. Banjir dan tanah longsor menumbangkan ribuan pohon di sepanjang 134 kota dengan 15.000 rumah rusak.
INDIA Juli 2010
Pada awal bulan Juli, dua orang meninggal dan dua orang meninggal dan lebih dari 20.000 mengungsi di 400 desa saat banjir bandang mengganggu negara bagian Assam, India. Badai petir merobohkan rumah-rumah, dan merobohkan pohon, tiang listrik dan telepon. Taman Nasional Kaziranga di wilayah itu juga telah dibanjiri oleh Sungai Brahmaputra yang meluap, memaksa sejumlah hewan yang telah langka termasuk badak cula satu dan gajah, mengungsi ke bukit terdekat agar selamat.
YEMEN Juli 2010
Setidaknya 30 orang harus mengungsi selama berhari-hari akibat hujan tanpa henti yang mengakibatkan banjir dan tanah longsor di seluruh daerah barat daya Yemen pada hari Rabu, 14 Juli. Tujuh orang menghilang saat sebuah kendaraan tersapu banjir di daerah Mashanna Provinsi Ibb, sementara longsoran batu di Provinsi Dhamar menghancurkan sebuah dam, menyebabkan banjir yang mengambil lima nyawa dan melukai empat lainnya, sambil menenggelamkan sebuah pusat kesehatan, pertanian, dan jalanan. Banjir menyebabkan kerusakan di dua kamp pengungsian, dimana sekitar 200 keluarga telah dipindahkan, sementara di ibukota Sanaa, jalanan tertutup oleh air yang meninggi yang juga menggenangi rumah-rumah penduduk.
POLANDIA/JERMAN/ REPUBLIK CEKO AGUSTUS 2010
Sedikitnya 14 orang tewas setelah hujan lebat memicu genangan di wilayah perbatasan Polandia, Jerman, dan Republik Ceko, hari Sabtu, 7 Agustus. Beberapa kota dan desa benar-benar terisolasi, sementara rumah, mobil, dan jembatan hancur dengan ribuan rumah lainnya kehilangan listrik. Di utara Republik Ceko, sedikitnya 1.000 orang dievakuasi, termasuk penduduk di area di bawah dua dam yang terancam jebol ketika level air naik, serta tiga kamp musim panas. Di kota Chrastava dan Frýdlant, polisi dan helikopter militer menyelamatkan orang yang terdampar di atap rumah. Ratusan pemadam kebakaran Jerman dan Ceko bekerja bersama-sama untuk mengurangi tingkat air yang menenggelamkan jalur kereta internasional utama yang menghubungkan Praha, Republik Ceko, dan Berlin, Jerman. Sementara itu, di Polandia 2.000 orang lainnya dievakuasi regu pemadam melalui kapal, dibantu oleh pekerja darurat dari negara tetangga–Jerman, ketika barat daya Kota Bogatynia kebanjiran setelah Sungai Miedzianka meluap sehingga merusak beberapa rumah dan menyebabkan 700 orang harus mengungsi.
ETOPIA AGUSTUS 2010
Ketika banjir menyapu seluruh wilayah Amhara di tengah-utara Ethiopia, 19 orang dilaporkan tewas pada hari Rabu, 25 Agustus, dan 9.000 orang dievakuasi ke tempat yang lebih aman. Banjir tersebut terjadi setelah sebulan lebih turun hujan deras yang tak biasa, yang juga merendam atau menyapu lebih dari 6.000 hektar tanaman panen. Tiga distrik dataran rendah terutama terpengaruh ketika sungai-sungai meluap di bukit zona Oromiya, dan lebih dari 53.000 rumah tangga di lima daerah lain telah terkena dampaknya. Pemerintah regional dan badan bantuan seperti Program Pangan Dunia dan World Vision Perserikatan Bangsa Bangsa telah membantu dengan tempat perlindungan dan bantuan darurat, sementara sanak famili juga menawarkan perhatian mereka.
Sementara banyak upaya yang patut dipuji yang dilakukan oleh pemerintah dan organisasi non-pemerintah di seluruh dunia untuk menyelamatkan hidup manusia dan memberi mereka bantuan segera, persediaan dan perawatan, satu hal pasti yang bisa membantu mencegah semua bencana tak terlupakan ini adalah pola makan vegan organik yang harmonis dan penuh kasih. Maha Guru Ching Hai sering menyampaikan pesan sederhana ini pada dunia.
Maha Guru Ching Hai: Hati saya tak tenang setiap hari memikirkan semua orang tak bersalah ini dan semua hewan tak berdaya ini yang harus menderita dalam goncangan besar yang kita sebut perubahan iklim. Namun kita masih ada waktu. Kita tak bisa membalik dampak perubahan iklim di masa lalu. Apapun yang telah terjadi akibat topan dan banjir dan gempa bumi dan lainnya, kita tidak bisa membalik dampaknya. Namun kita bisa hentikan bencana di masa depan dengan beralih kepada pola makan vegetarian yang penuh kasih dan mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama. Pemerintah memiliki kekuatan untuk melakukan ini. Saya memohon pada semua pemerintahan dunia, mohon, lakukan sebelum terlambat, demi kepentingan penduduk kita dan anak-anak kalian juga.

 
 Cari di Semua Acara 

Visitors

Designed by Animart Powered by Blogger